TERNATE, OT - Wakil Bupati Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), Anjas Taher angkat bicara soal sejumlah tudingan dari hasil riset Transparency Internasional Indonesia (TII) yang dirilis melalui laman http://ti.or.id/books/.
"Perlu saya sampaikan dalam hasil riset ini, saya sebagai wakil Bupati Haltim disebut-sebut sebagai salah satu aktor pemerintah di daerah, diduga terlibat beberapa aktifitas bertentangan dengan peraturan. Bahwasanya apa yang dimuat dalam riset ini tidak benar dan tidak berdasar," tegas Anjas Taher pada Sabtu (14/4/2024) malam.
Menurutnya, terhadap tiga tuduhan yang disebut-sebut dalam hasil riset tersebut, orang nomor dua di jajaran Pemkab Haltim itu meminta teman-teman akademisi yang memiliki kepakaran untuk menelaah baik aspek metodologi tata cara riset yang baik.
Dia menyampaikan, pandangan teman-teman di kampus terkait riset yang kemudian dipublikasikan dan dilansir sejumlah media untuk pemberitaan tanpa adanya konfirmasi.
"Bahwasanya saya selaku pribadi merasa apa yang dipublikasikan ini ada sebuah tindakan fitnah dan mencemarkan nama baik sebagai pejabat publik," urainya.
Olehnya itu, untuk memastikan hak hukum sebagai warga negara terlindungi dari fitnah melalui kuasa hukum, Anjas melaporkan sejumlah media ke dewan pers yang mana dalam putusan mereka menilai ada pelanggaran kode etik dalam pemberitaan sejumlah media tersebut.
"Kemudian ada beberapa akun Facebook yang mengelaborasi hasil riset ini yang kemudian kita sudah laporkan secara resmi ke Polda Malut dalam hal ini Ditreskrimsus dan saat ini sudah di proses tinggal kami menunggu panggilan," tukas Anjas.
Senada dengan itu, Dr Halik Achmad menuturkan, berkaitan dengan hasil riset yang di launching TII kami melihat bahwa penelitian ini kemudian menggunakan kombinasi metode kualitatif dan model investigasi jurnalistik.
"Setelah kita membaca semua isi laporan itu lebih dominannya hasil investigasi jurnalistik kalau dilihat presentasinya," kata Faisal.
Menurut dia, berbicara soal penelitian metode kualitatif bahwasanya memang boleh dalam aspek metodologi bahwa penelitian itu berupaya mengekspor informasi dari beberapa sumber-sumber taruhlah responden yang diwawancarai.
"Cuman ketika menyentuh aktor itu harus hati-hati. Misalnya metode itu diambil untuk melihat impact sebuah peristiwa itu mungkin bisa membenarkan informasi sepihak. Tetapi ini menyebut keterlibatan aktor lebih hati-hati karena disitu mempunyai dampak," terangnya.
Dia mengaku, beberapa poin itu yang kami cermati memiliki kelemahan dalam penelitian tersebut. Berapa responden yang diwawancarai kemudian berapa kali FGD itu dilakukan.
Dikatakan, pada dasarnya sebuah metodologi penelitian itu ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan semisalnya metode itu melibatkan seorang aktor harusnya ada respentatif dari pihak yang disebut atau orang yang mewakili aktor tersebut.
"Jadi saya berkesimpulan riset ini tidak piur murni adalah sebuah metodologi penelitian serta hasil publikasi terkesan mengisolasi publikasi yang layaknya sebuah riset ilmiah," timpal Faisal.
Sementara, Dr Fasial Malik selaku akademisi menjelaskan, dari aspek yang kemudian sudah dikemukakan sebagai disampaikan tersebut bagi kami ada keraguan terhadap metodologi penelitian itu.
"Olehnya apa yang kemudian dituduhkan kepada wakil Bupati Haltim tentu tidak berdasar seperti tuduhan pak Anjas Taher menjadi Tim CSR perusahaan tambang sebab sejauh ini wakil Bupati tidak pernah di SK kan oleh PT IWIP itu," ungkapnya.
Kata dia, peristiwa ini juga sudah kami konfirmasikan langsung kepada Bupati Haltim dimana Bupati menugaskan wakilnya untuk melihat sejauh mana dana CSR perusahaan tambang itu terhadap Kabupaten Halmahera Timur apakah sudah terealisasikan ini yang kemudian hanya dilaksanakan seorang wakil Bupati.
"Karena itu kalau selama ini dituduh bahwa wakil Bupati kong kalikong dengan biaya CSR yang dituduhkan itu sesungguhnya tidak berdasar dan itu sebuah fitnah yang sangat keji," tandasnya.
Sebelumnya dalam hasil riset yang diterbitkan TII pada website nya (http://ti.or.id/books/) pada 24 Februari 2024 ada sejumlah poin-poin merujuk keterlibatan wakil kepala daerah Kabupaten Halmahera Timur sebagai aktor pemerintah yang melenceng dari aturan.
Dimana Anjas Teher diduga merangkap jabatan sebagai bagian dari tim corporat social reponsibility (CSR) untuk IWIP di Kabupaten Halmahera Timur. Dia juga diketahui terlibat sebagai mediator kavling lahan di Kabupaten Haltim, sebagaimana penjelasan riset tersebut.
Selanjutnya, Anjas juga dituding turut serta memfasilitasi pembayaran lahan-lahan milik warga. Serta diduga terlibat memediasi pembayaran tali asih dua desa yang masuk dalam konsesi pertambangan nikel.
Wakil Bupati Haltim juga dituduh menggelapkan uang atas tanah seluas 400 hektar dengan pembayaran Rp25 miliar dan baru terlaksana Rp8 miliar.
(ier)