Home / Budaya

Menuju Merdeka Belajar: Hukum Pernikahan Berbasis Kearifan Lokal Perlu Diajarkan Kepada Peserta Didik

Kharaman Hirto (Seniman dan Budayawan Maluku Utara)
05 Desember 2022
Proses Praktek Upacara Perkawinan Adat Ternate yang dipraktekan siswa-siswi SMK Negeri 3 Kota Ternate

Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan dirumuskan sebagai berikut, yaiatu siswa mampu:

Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan proaktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

Best Practice merupakan pengalaman dalam melaksanakan tugas dan dibuktikan dengan metode kerja yang digunakan untuk menunjukan keunggulan dengan penekanan dalam menunjukan pengalaman terbaik bagi seorang guru. 

Pada Kompetensi dasar PAI & Budi Pekerti Luhur di SMK Negeri 3 Kota Ternate, dengan memberikan panduan materi pokok pada kelas XII semester ganjil tentang Pernikahan dalam Islam, maksud dari tujuan pembelajaran ini adalah diharapkan peserta didik dapat menganalisis dan mengevaluasi ketentuan pernikahan dalam Islam, menyajikan prinsip-prinsip pernikahan dalam islam yang semuanya telah diuraikan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Di sisi lain, Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. 

Oleh karena itu, aturan hukum tentang pernikahan (mulai dari akad nikah hingga aturan tentang berumah tangga) yang berbasis kearifan lokal perlu diajarkan kepada peserta didik melalui  Best Practice Pembelajaran (munakahat) Berbasis Kearifan Lokal Berinovasi Menuju Merdeka Belajar.


Proses Praktek Upacara Perkawinan Adat Ternate

Sigado Salam (Menyampaikan Salam)

Proses tata cara perkawinan adat Ternate diawali dengan menyampaikan salam atau dalam bahasa Ternate disebut Sigado Salam. Salam dimaksud disampaikan dari pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan.

Disaat sigado salam dari pihak laki-laki yang biasanya diwakili oleh anggota keluarga tertua atau pemangku adat sebagai utusan dengan maksud sehari dua pihak keluarga mempelai laki-laki dalam watu satu atau dua hari nanti akan datang bertamu ke rumah mempelai perempuan.

Setelah mendengar salam yang disampaikan dari utusan mempelai laki-laki, maka dengan rasa hormat dari pihak mempelai perempuan menyambut salam dari utusan mempelai laki-laki bahwa salam mereka telah terima.

Wosa Lahi (Masuk Minta)

Setelah melalui proses Sigado Salam maka pihak mempelai laki-laki melakukan persiapan pada acara Masuk Minta atau Wosa Lahi. Makna wosa lahi atau masuk minta secara harfiah berarti melamar/meminang.

Lamaran dilakukan oleh pihak laki-laki dengan mengutus sesepuh atau keluarga tertua atau kerabat yang memiliki ikatan keluarga yang diserahi tugas sebagai utusan, utusan ini dalam bahasa Ternate disebut dengan Baba Se Ema Yaya Se Goa. Setelah tiba pada hari yang telah ditentukan¸utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa dari keluarga mempelai laki-laki menuju ke rumah calon mempelai perempuan.

Maka dari pihak mempelai perempuan dengan kabasaran mengangkat Subah (salam) untuk menerima kehadiran utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa dari mempelai laki-laki, sebelum mengadakan kesepakatan, pihak mempelai perempuan menyuguhkan pinang dan sirih yang melambangkan ikatan keharmonisan dan saling menghargai dari kedua keluarga tersebut.

Setelah upacara makan pinang dan sirih, utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa dari pihak laki-laki menyampaikan maksud kedatangannya. Yaitu meminang salah satu anak perempuan dari keluarga tersebut. Sekaligus mohon penjelasan dan jawaban dari pihak calon mempelai perempuan.

Usai mendengar maksud kedatangan utusan pihak tersebut pihak keluarga calon mempelai perempuan yang menyetujui dan merestui maksud dan tujuan utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa, secara bersama-sama menentukan waktu untuk antar belanja atau yang dikenal dalam bahasa Ternate disebut harga pinang dan sirih, serta penentuan hari dan bulan perkawinannya.

Kata Bido Se Hana Ma Ija (Antar Belanja)

Mengantarkan belanja dalam bahasa Ternate kata bido se dufahe maija dari utusan calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan disaat prosesi masuk minta atau wosa lahi.

Antar belanja atau kato bido se hena maija yang dilakukan oleh baba se ema yaya segoa dari utusan calon mempelai laki-laki, dengan mengandung makna bahwa bido sedufahe maija merupakan permintaan dari pihak memeplai wanita yang menyangkut dengan kebutuhan dalam prosesi perkawinan dengan segala macam perjanjian yang harus dipenuhi oleh pihak mempelai laki-laki menjelang upacara perkawinan.

Fere Wadaka (Naik Lulur)

Setelah mengantarkan belanja maka proses perkawinan diawali dengan upacara naik wadaka atau dalam bahasa Ternate disebut Fere Wadaka. Fere Wadaka secara harfiah memiliki makna bahwa sebelum dilangsungkan acara perkawinan maka calon pengantin utamanya mempelai perempuan melakukan tapak diri (naik lulur) yakni calon pengantin dipingit beberapa hari dalam kamarnya sambil dilulur dengan bedak tradisional, kemudian dilakukan pensucian diri hingga tibanya acara kata rorio yaya segoa.

Kata Rorio/Yaya Segoa (Tali Silaturahmi)

Kata rorio yaya segoa dilakukan pada malam hari menjelang hari pernikahan, acara ini dihadiri oleh keluarga dari kedua mempelai, kerabat dan handaitolan dengan maksud menjenguk dan memberikan restu atas kelangsungan pernikahan dari mempelai dengan membawa bantuan apa adanya sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Makna yang terselip pada acara kata rorio yaya segoa adalah mempererat tali silaturahmi atau sidoa gia yang tulus tanpa paksaan dari keluarga dan handaitolan.

Hodo Jako (Mandi dari Tiga Tabung Bambu) 

Hodo jako atau mandi dari tiga tabung bambu dilakukan pada waktu subuh menjelang hari pernikahan, sebelum mandi jako dilakukan mempelai telah melakukan naik wadaka terlebih dahulu dengan melulurkan seluruh tubuh dengan bedak tradisional yang diakhiri dengan mandi jako, dengan menggunakan lesa-lesa (piring besar), daun pohon bulah yang melambangkan mahligai rumah tangga, hate jiwa dan kano-kano (sejenis ilalang besar) yang melambangkan kesuburan rumah tangga yang akan dibangun, mayang pinang yang melambangkan kehidupan rumah tangga yang utuh seperti tangkai mayang dan buah kelapa melambangkan pengertian bersama dari kedua suami istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga serta tiga buah tabung bambu, dari sumber mata air yang berbeda yang melambangkan kepatuhan dan pengabdian kita kepada sang pencipta, agama dan penuh rasa kemanusiaan.

Banikah (Ijab Kabul)

Ijab Kabul merupakan inti dari sebuah proses pernikahan, dalam tradisi Ternate sebelum melakukan ijab Kabul mempelai laki-laki diantar ke rumah mempelai perempuan yang diutus oleh pihak keluarga yang disebut baba se ema, yang diikuti oleh bunga lilin dan karo mangale, Mas kawin dan seperangkat pakaian mempelai wanita yang dibawa secara apik oleh anak-anak yang tergabung dalam rombongan baba se ema dan yaya segoa.

Kemudian disambut oleh pihak keluarga wanita dengan tradisi hadrat yang diiringi tifa dan rabana, untuk memasuki tempat pernikahan. Upacara pernikahan yang dilakukan secara Islam yang mengikat kedua pasangan mempelai menjadi sah sebagai suami istri.

Setelah Ijab Kabul suami atau mempelai laki-laki yang bermaksud menemui istrinya atau mempelai perempuan harus melewati tradisi fati ngara (tutup pintu), maksudnya adalah menghalangi pengantin laki-laki yang akan menemui pengantin wanita dengan imbalan fang ngara atau bayar pintu yang dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki.

Paha Ngongowa (Meletakkan Tangan di Atas Ubun Mempelai Wanita)

Setelah melewati tradisi fati ngara atau tutup pintu pihak mempelai laki-laki memasuki kamar mempelai wanita sekedar meletakkan tangan di atas ubun mempelai wanita yang memiliki makna bahwa mempelai pria dan wanita dengan sah menjadi suami istri, kemudian dilanjutkan dengan pemberian mas kawin oleh pihak mempelai laki-laki kepada mempelai wanita.

Acara ini kemudian dilanjutkan dengan upacara joko kaha dengan mempergunakan rumput fartagu yang terletak di atas sebuah piring yang melambangkan kehidupan dan kebahagian yang akan dijamah oleh kedua mempelai, sedangkan sebotol air yang disiram pada kedua kaki mempelai yang melambangkan keteduhan dan kesejukan kehidupan yang menjadi sandaran bagi kedua mempelai dan pupulak yang terdiri dari beras kuning, beras merah dan beras hijau melambangkan bermacam-macam suku yang menjadi sahabat dan kenalan bagi kedua mempelai.

Suba Yaya Baba

Setelah melakukan paha ngoma dan penyerahan mas kawin, kedua mempelai melakukan subah yaya se baba yaitu melakukan sembah sujud kepada kedua orang tua sekaligus melepaskan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dalam mengarungi bahtera rumah tangga mereka.

Saro-Saro

Acara tradisi perkawinan Ternate yang sangat menarik perhatian adalah upacara Saro-saro upacara yang dilakukan oleh ibu-ibu atau yang dikenal dengan yaya segoa ini.

Setelah kedua mempelai menjalani prosesi pernikahan kemudian menempati tempat yang telah disediakan untuk upacara saro-saro, upacara ini diawali dengan subah (salam) dari kedua mempelai kemudian dilanjutkan dengan upacara saro.

Upacara saro diawali dengan saro srikaya yang melambangkan budi pekerti yang harus ditunjukan oleh kedua mempelai, saro nanas yang melambangkan kesetiaan sang istri terhadap suami, dan saro kobo yang melambangkan sifat suami yang bertanggung jawab terhadap rumah tangga.

Acara saro-saro ini merupakan bentuk doa atau permintaan yang sifatnya ritual dengan makna yang filosofis mengandung symbol dalam bentuk pangan atau dalam bahasa Ternate disebut ngale secara yang disuguhkan kepada kedua mempelai dengan ciri khas dan sifat-sifat yang melekat pada diri manusia dan alam sekitarnya. Saro-saro merupakan tradisi perkawinan yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Moloku Kie Raha

Ngogu Adat (Makanan Adat )

Ngogu adat atau makanan adat ini disuguhkan pada acara perkawinan masyarakat Moloku Kie Raha yang merupakan ungkapan rasa syukur dalam bentuk cara sengale dalam pelaksanaan hajatan perkawinan.

Makanan adat Ternate yang kita kenal saat ini dibagi dalam dua bentuk yaitu Dodego nunau I yaya segoa dan Dodego foheka mi yaya segoa. Kedua bentuk tersebut pada prinsipnya memiliki makna yang sama akan tetapi secara harfiah makna sesungguhnya dari dodego foheka mi yaya segoa adalah melakukan saro-saro dari kedua mempelai sedangkan dodego nanau I yaya segoa yang terdiri dari para pemangku adat, imam, tokoh agama, tokoh masyarakat dan para undangan yang menerima salam bersama-sama membacakan doa dan dilanjutkan dengan suguhan makanan adat.

Terdiri dari sepuluh potong nasi jaha atau pali-pali yang melambangkan armada laut (juwanga), dada atau kukusang (nasi tumpeng) demokrasi dan kesatuan, ikan dan terong melambangkan cing se cingare(kehidupan lelaki dan perempuan), gulai melambangkan kekayaan laut dan daratan, bubur kacang hijau melambangkan kesuburan dan kemakmuran srikaya melambangkan budi pekerti dan tata karma masyarakat Ternate dan empat buah boboto melambangkan kekuatan empat momole.

Dari sajian makan adat tersebut pada umumnya disajikan dalam satu paket atau dalam bahasa Ternate disebut ngogu rimoi dibagi empat orang gogoro(undangan) yang hadir mengikuti upacara tersebut. Prosesi perkawinan adat Ternate yang dilakukan secara turun temurun, yang tetap lestari dan hidup di masyarakat merupakan nilai budaya daerah yang perlu dijaga keutuhannya sebab nilai budaya daerah merupakan aset budaya bangsa.(ier)


Reporter: Irfansyah
Editor: Fauzan Azzam

BERITA TERKAIT