Home / Budaya

Mengenal Lebih Dekat Upacara Adat Mandi Safar di Kota Tidore

15 November 2017
Prosesi Tobo Safar (Mandi Safar)

Salah satu upacara adat di Kota Tidore Kepulauan (Tikep) provinsi Maluku Utara (Malut), adalah tradisi tobo safar (mandi safar). Tradisi ini telah turun temurun dilakukan oleh masyarakat Malut umumnya dan khususnya Tidore. Sebagaimana yang dilakukan oleh Generasi Muda Mafututu (Gamutu), Rabu (15/11/2017) di pelabuhan Majui Kelurahan Mafututu.

TIDORE, OT- Momentum bulan safar 1439 Hijriah, para Generasi Muda Mafututu (Gamutu) tidak ketinggalan melaksanakan upacara adat Pelangi Budaya Negeri Tidore dan prosesi adat Tobo Safar (mandi safar) ke-10 Tahun 2017.

Upacara prosesi adat Tobo Safar (mandi safar) diawali dengan penyambutan kedatangan Sultan Tidore Husain Sjah dan sejumlah bobato adat menggunakan Juanga (Perahu Sultan) yang tiba di dermaga Majui dan mengambil tempat bersama Wali kota Tidore Ali Ibrahim dan Forkompimda.

Acara dilanjutkan dengan penyambutan oleh kapita (Panglima) tarian Maku Toti kepada pasukan pembawa bambu sebagai peralatan mandi safar. Bambu ini berisi air yang diambil dari sumur Togubu di teluk Gamgau.

Setelah pasukan pembawa bambu berada di tengah lokasi upacara, anak cucu Tomayou Soa Romtoha (lima kampung) memperdengarkan pesan leluhur, lalu bambu dibawa masuk ke dalam Masjid sekaligus ritual doa permintaan berkat. Usai ritual doa, bambu berisi air ini kembali dibawa ke tengah-tengah acara oleh para pemuda bersama sembilan orang Yaya Goa (sembilan perempuan) diiringi pembacaan dzikir.

Bambu yang berisi air ini kemudian dituangkan kedalam mangkok putih di atas meja di tengah-tengah tempat upacara. Imam Masjid kemudian menaruh doa safar ke dalam air dan Imam Mohtar Mahmud membacakan doa selamat.

Selanjutnya, Imam Masjid melakukan penaburan doa safar di laut, disaksikan seluruh pengunjung wali kota dan Sultan Tidore serta pejabat lainnya. Setelah penaburan doa safar selesai, dilanjutkan dengan prosesi mandi safar yang dilakukan oleh Yaya Goa (Sembilan perempuan) dengan cara  Jako Ruko (memukul) dengan menggunakan bunga dan mayang pinang kepada Wali kota Ali Ibrahim dan Imam Masjid Mafututu.

Setelah semua prosesi mandi selesai dilanjutkan dengan jamuan makan adat yang diawali dengan Dowaro  (baca doa) oleh Aman A. Latif.

Walikota Tidore Kepulauan, Ali Ibrahim menyampaikan, terima kasih dan penghargaan kepada masyarakat dan generasi muda Kelurahan Mafututu yang telah berupaya untuk menjaga dan melestarikan adat istiadat serta tradisi leluhur masyarakat Tidore.

Dia mengatakan, sebagai daerah yang terus tumbuh dan berkembang, Kota Tidore kepulauan menghadapi begitu banyak masalah sosial dan budaya yang cenderung kompleks. Masalah- masalah ini tidak akan terurai dengan tuntas  jika hanya Pemerintah kota Tidore yang bekerja sendiri.

Namun, apabila masalah sosial dan budaya akan terurai jika Pemerintah daerah, kesultanan Tidore dengan berbagai elemen masyarakat ikut terlibat didalamnya. “Saya berharap upaya pelestarian seni budaya yang telah dilakukan oleh generasi Muda Mafututu ini juga dapat dilakukan oleh generasi muda lainya di Kota Tidore Kepulauan,” harapnya.

Sementara, Sultan Tidore, Husain Sjah mengatakan, tradisi tobo safar merupakan tradisi dalam islam yang merupakan peristiwa monumental dalam sejarah peradaban islam. “Semoga niat baik dari Gamutu untuk memelihara tradisi ini semakin sukses dalam membantu Pemerintah Daerah dan Kesultanan Tidore ke arah lebih bai,” harapnya.

"Marilah kita melestarikan kearifan lokal masyarakat tidore yang sudah ada dari zaman dahulu, sehingga membawa berkah untuk Kota Tidore lebih maju dan berperadaban," terang dia.

Dikesempatan yang sama, Ketua Panitia Syamsul Talip mengatakan, prosesi adat Tobo Safar ini dilakukan sebagai simbol meminta pertolongan kepada Allah SWT agar seluruh masyarakat Kota Tidore kepulauan terhindar dari segala macam bahaya dan fitnah.

Selain itu, untuk membersihkan badan, mensucikan batin, menyatu hati, bersatu dalam berbicara, bersatu dalam langkah demi kemajuan Kota Tidore Kepulauan Kedepan. “Kegiatan ini bertujuan melestarikan kearifan lokal masyarakat Tidore yang berdasarkan agama islam, sehingga kebiasaan ini tetap bertahan walaupun di era modernisasi sekarang,” ungkapnya.(Rayyan)


Reporter: Rayyan

BERITA TERKAIT