TERNATE, OT- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sabua Rakyat (SR) Provinsi Maluku Utara (Malut), Jumat (26/7/2019) malam kemarin melaksanakan diskusi dengan tema “Sampah: Mudarat atau Manfaat”.
Hadir sebagai narasumber Kepala Bidang Persampahan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Ternste Yus Karim dan Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Ternate Hairul Arif. Sementara pembanding Praktisi lingkungan Hidup Malik Ibrahim, Direktur LSM Rorano Asghar Saleh dan Praktisi Pemerintahan Irwan M. Saleh.
Setelah kedua narasumber menyampaikan sejumlah problem sampah di Kota Ternate yang belum bisa diselesaikan oleh pemerintah, peserta diskusi dan para pembanding menyampaikan sejumlah saran dan solusi.
Praktisi lingkungan Hidup Malik Ibrahim menuturkan, berbicara soal sampah maka bicara soal tata kelola pemerintahan, maka pembagian tugas sampai ke kecamatan dan kelurahan sangat penting. “Yang terjadi saat ini seolah-olah camat dan lurah tidak mau tahu masalah sampah. Semestinya RT, RW, lurah dan camat ikut di dalamnya tapi karena mereka sekan cuek maka inilah mata rantai yang terputus sehingga tidak ada sinergitas,” ucap Malik.
Menurutnya, saat ini yang harus dibenahi adalah sistem pemerintahan khususnya urusan-urusan persampahan dan urusan pelayanan masyarakat, karena masalah ini tidak pernah dilakukan atau dilaksanakan sebab mereka tidak mengerti.
Selain itu, lanjut mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Ternate ini, bagaiman mendorong tata kelola masyarakat agar ikut meciptakan lingkungan yang bersih. Untuk itu, masalah sampah ini harus kewenangannya harus dilimpahkan ke kelurahan. “Harus rubah pola pikir pimpian OPD, camat dan lurah sehingga Kota Ternate ini akan keluar dari masalah persampahan dan lingkungan yang bersih,” jelasnya.
Sementara Direktur LSM Rorano, Asghar Saleh menyampaikan, dari sisi prestasi, Kota Ternate tidak ada lagi prestasi yang didapat, karena sudah 3 tahun Kota Ternate tidak lagi mendpaat Adipura, padahal Adipura adalah salah satunya indikator penilaian kebersihan.
Selain itu, kenapa masyarakat Kota Ternate kurang peduli masalah sampah, Menurut Asghar, dirinya berasumsi mungkin karena masyarakat berpkikir bahwa kewajiban mereka membayar retribusi sudah dilakukan dan pemerintah berkewajiban angkut sampah. “Untuk itu, saya cenderung retribusi itu dihapus atau dinaikan sehingga masyarakat tidak lagi berpkir bahwa mereka sudah membayar retribusi agar peduli terhadap sampah serta kalau dinaikan, maka dalam 1 tahun operasional dinas kebersihan bisa terlayani,” jelas Asghar.
“Saat ini kita sudah punya Perda. Tapi Perda lebih banyak mengatur tentang retribusi, namun perda itu hanya gambaran umum, sementara secara teknis harus diatur dalam Perwali, tapi smapai saat ini Perwali tidak ada,” ujar mantan anggota DPRD Kota Ternate ini.
Lebih lanjut kata Asghar, penduduk Kota Ternate hanya sedkit tapi produksi sampah per hari sangat besar, jika dibandingkan dengan Kota Surabaya yang penduduknya mencapai 3 juta tapi produksi sampah sangat kecil. “Kalau masalah ini tidak segera diatasi dengan distribusi sampah terus meningkat karena didukung dengan perkebangan jumlah penduduk, maka ini adalah problem besar, karena TPA kita 5 sampai 10 tahun kedepan tidak mampu menampung sampah yang ada,” jelas nya.
Asghar menyarankan, pengelolaan sampah di Kota Ternate sudah saatnya melibatkan masyarakat atau pemuda kampung yang tidak punya pekerjaan, sehingga ada pekerjaan bagi mereka. “Tugas pemerintah untuk menyaipakan pasar agar barang yang sudah dipungut oleh pemuda bisa dijual,” jelasnya.
“Harus ada pihak ketiga yang kelola sampah, jika tidak ada pihak ketiga maka pemerintah harus buat Perusda agar mengelola sampah. “Yang penting pemerintah berikan kepastian berapa yang dibeli kalau masyarakat sudah pungut sampah. Maka saya berharap, pemerintah dan DPRD juag bisa memperjuangkan ini, karena ini masalah serius,” harapnya.
Sementara Praktisi Pemerintahan, Irwan M. Saleh menyampaikan, sampah adalah urusan wajib non pelayanan dasar, untuk itu sampah adalah urusan utama pemerintah. “Jangan kemudian ketika berbicara sampah rakyat disalahkan, tapi berbicara sampah pemerintah yang harus lebih berperan,” ucap Irwan.
Irwan menjelaskan, pemerintahan punya fungsi yakni fungsi regulasi, tapi di Kota Ternate regulasi masih sebatas Perda, sdangkan turunannya belum ada bahkan penerapan Perda saja tidka maksimal.
Selanjutnya, fungsi pelayanan publik, fungsi ini sudah jalan tapi sampai sekarang belum maksimal. Fungsi pemerintahan selanjutnya adalah pemberdayaan. “Fungsi ini hampir tidak jalan karena Pemkot baru sebatas pembentukan satgas kebersihan. Sementara jika kita berbicara pemberdayaan peran serta masyarakat sangat penting,” jelasnya.
Di kota lain, lanjut Irwan, pemerintah menghadirkan investor untuk pengelolaan sampah, selain itu ada daerah juga sampah dikelola olah masyarakat. di Jakarta misalnya, yang angkut sampah dari rumah-rumah adalah masyarakat bahkan retribusi juga ditagih oleh masyarakat.
Untuk itu, Irwan menyarankan, pemerintah kota harus mendistribusi peran, tugas dinas kebersihan khususnya bidang persampahan apa, pemerintah kecamatan dan kelurahan apa, dan peran masyarakat. “Kalau saran saya sampah ini dikelola oleh swasta dengan melibatkan masyarakat agar membuka lapangan kerja. Mulai dari pengumpulan sampai pada penggangkutan bisa dilakukan lembaga-lembaga di kelurahan, sementara dinas terkait cukup pada pengelolaan sampah,” ucap Irwan.
“Kenapa fungsi pemerintah tentang pemberdayaan masyarakat tidak difungsikan dalam masalah ini. Jadi baiknya sampah itu dikelola oleh masyarakat yang berbasis kelurahan diawasi oleh pemerintah kelurahan, dan penggakutan diserahkan ke kecamatan, lalu pengelolaan diserahkan ke dinas kebersihan dan LH, jelasnya.
Irwan menambahkan, masalah ini bisa teratasi jika pemkot mau memberikan sedikit kewenangan ke kelurahan dan kecamatan sehingga masalah ini jadi ringan, karena jika semua diberikan ke dinas teknis maka manajemen pengelolaan sampah ini tidak akan jalan.(red)