SOFIFI, OT- Di tengah pandemi Covid-19, Dinas Perumahan Rakyat dan Pemukiman (Disperkim) Provinsi Maluku Utara (Malut), membangun enam (6) unit Rumah Layak Huni (RLH) yang tersebar di tiga Kabupaten/Kota yang ada di Malut.
Kepala Bidang Disperkim Malut, Fahmi Rachman kepada wartawan mengatakan, pembangunan enam unit rumah yang tersebar di 3 Kabupaten/Kota diantaranya adalah pembangunan 2 unit RLH di Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) tepatnya di Desa Ake Sahu, 2 unit RLH di Halmahera Utara (Halut) tepatnya di Desa Dum-Dum ditambah lagi 2 unit rumah di Tidore di Desa Ake Kolano.
“Pembangunan rumah layak huni ini dengan akumulasi anggaran sebesar Rp 113 Juta. Dari masing-masing Desa yang bersumber dari anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)," jelasnya.
Kata dia, rumah tidak layak huni yang didata begitu banyak dan bukan hanya di tiga desa, namun terdapat di Desa ibu, Bangkit Rahmat dan beberapa Kelurahan yang ada di Kota Ternate termasuk Dorpedu, Loto dan masih banyak lagi desa yang ada di Kabupaten/Kota lainnya.
Kata Fahmi, pembangunan rumah layak huni tahun ini hanya difokuskan di tiga tempat karena penyesuaian anggaran yang digeser ke penanganan Covid-19, sehingga pembangunanya hanya berjalan di tiga Tempat.
"Bentuk pembangunan rumah layak huni dibangun stenga permanen atau stenga legger dan sekitar satu meter lebih pakai batu tela selanjutnya dengan menggunakan papan," ujarnya.
Kriteria Rumah layak huni kata Fahmi, adalah rumah yang memiliki persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta dilihat dari kesehatan penghuninya.
“Untuk menciptakan rumah tersebut, harus mempertimbangkan hal-hal seperti struktur kontruksi atap, lantai, dan dinding yang memenuhi persyaratan teknis keselamatan dan kenyamanan yang koko dan tidak ada retak-retak," jelasnya.
Lanjut dia, pembangunan rumah layak huni harus memenuhi beberapa kriteria dan persyaratan diantaranya dinding dan atap dalam kondisi rusak yang dapat membahayakan keselamatan penghuni, dinding dan atap terbuat dari bahan yang mudah rusak atau lapuk, lantai dalam kondisi rusak, tidak memiliki tempat mandi dan toilet, serta luas lantai kurang dari 7,2 meter persegi per orang.
Tak hanya itu, rumah yang dibangun juga harus ada sertifikat agar rumah tersebut benar-benar milik yang bersangkuta.
"Kalau syarat itu tidak ada, maka pihak Perkim tidak bisa membangun sekalipun rumah tersebut sudah tidak layak dihuni." ujarnya.
Ia menambahkan, saat ini proses pembangunannya sudah mencapai 70 persen, jika tidak ada hambatan kemungkinan Oktober sudah selesai.
"Untuk pekerja dalam pembangunan tersebut tidak direkrut dari luar tetapi dari masyarakat Desa setempat dengan tujuan agar dapat menambah penghasilan mereka yang dikoordinir langsung oleh kepala Desa," pungkasnya.(red)