TIDORE, OT - Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Antisipasi berkembangnya intoleransi pro kekerasan di wilayah Maluku Utara” dibuka langsung Kapolda Maluku Utara Irjen Pol. Risyapudin Nursin, yang digelar di Hotel Muara.
Dalam sambutanya Kapolda mengatakan, keberagaman yang ada di Indonesia merupakan kekayaan dan keindahan yang dimiliki.
"Keberagaman tersebut menjadi suatu kekuatan untuk bisa mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional menuju Indonesia yang lebih baik,"ungkapnya.
Namun apabila tidak dikelola dengan baik akan menjadi masalah yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, salah satunya adalah masalah intoleransi beragama.
Menguatnya intoleransi agama dalam ruang-ruang sosial kehidupan bermasyarakat sehari-hari ditandai dengan menguatnya narasi-narasi negatif mengenai sentimen primordial keagamaan baik di media massa maupun media sosial.
"Intoleransi berbasiskan isu agama ini dapat dilihat dalam kasus Tolikara 17 Juli tahun 2015, kasus Tanjung Balai 29 Juli tahun 2016, dan rangkaian demonstrasi terhadap Basuki Tjahaya Purnama (Ajok) atas tuduhan penodaan agama pada tahun 2016," kata Kapolda.
Lanjutnya, ketiga peristiwa ini menunjukkan betapa mudahnya masyarakat Indonesia menjadi marah, melakukan aksi massa, dan bahkan melakukan perusakan untuk persoalan yang pada mulanya berskala kecil.
Intoleransi pro kekerasan salah satunya adalah akibat politisasi yang dimunculkan, karena adanya kekecewaan atas kebijakan yang berpihak.
"Menyikapi situasi kondisi saat ini, menjelang pelaksanaan pemilu 2024 tensi politik sudah mulai terjadi, problem terbesar yang menghantui relasi antar-umat beragama di Indonesia adalah menguatnya sentimen kecurigaan dan kebencian yang menjurus pada aksi intolerans," tuturnya.
Keterkaitan antara politik identitas dan sentimen keagamaan telah mulai memunculkan praktik intoleransi atas nama agama untuk moda kepentingan elektoral maju sebagai kepala daerah dengan melibatkan agama sebagai celah dari isu guna mencapai tujuannya.
"Berkaitan dengan permasalahan tersebut, dalam rangka mengantisipasi berkembangnya intoleransi pro kekerasan di wilayah provinsi Maluku Utara menjelang pelaksanaan pemilu tahun 2024, maka Baintelkam Polri melalui Dit. Intelkam Polda Maluku Utara melaksanakan FGD dengan mengundang narasumber yang berkompenten untuk memberikan wawasan kepada personel Intelkam Polda Maluku Utara dalam mengantisipasi terjadinya intoleransi pro kekerasan," terang dia.
Irjen Pol. Risyapudin Nursin menekankan, kepada para peserta FGD agar menyimak dan mencermati materi yang diberikan oleh narasumber guna menambah wawasan dan menjadikan sebagai referensi untuk mendukung pelaksanaan tugas di lapangan khususnya dalam mengantisipasi terjadinya masalah intoleransi.
“Jadikan FGD ini sebagai sarana diskusi interaktif yang positif bagi organisasi sekaligus langsung dapat implementatif di lapangan, libatkan berbagai pihak untuk mencegah dan menangani masalah intoleransi di wilayah masing-masing,” ujarnya.
Selalu tingkatkan pengetahuan dan kemampuan personel intelkam dalam pelaksanaan tugas dan analisis terhadap produk-produk intelijen, lakukan pemetaan sebagai bagian early warning dan early detection dan pahami peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.
(Ryn)