TERNATE, OT- Belum lama ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Malut telah menetapkan Sherly Tjoanda sebagai calon gubernur Maluku Utara. Dia menggantikan mendiang suaminya Benny Laos sebagai kontestan politik di Maluku Utara tahun 2024.
Diketahui, paslon nomor urut 4 Benny Laos meninggal dalam insiden meledaknya speed boat Bella 72 di pelabuhan Desa Bobong Pulau Taliabu pada 12 Oktober 2024 lalu.
Wafatnya calon gubernur Benny Laos itu juga meninggalkan duka mendalam bagi keluarga maupun simpatisannya. Kendati demikian, masih terpampang karangan bunga tanda berbelasungkawa mendalam yang masih terhias sebagai bentuk penghormatan terakhir kepergian tokoh politisi itu.
Publik di Maluku Utara kembali dihebohkan dengan sikap Sherly Tjoanda yang memilih maju sebagai kandidat Cagub nomor urut 4 menggantikan mendiang Banny Laos.
Sikap istri Benny Laos itu dibuktikan setelah mendapatkan rekomendasi dari 8 partai politik pendukung Benny Laos. Jalan Sherly semakin mulus ketika KPU Maluku Utara telah menerbitkan SK Nomor 56 tentang penetapan calon pengganti atas nama Sherly Tjoanda.
Penetapan Sherly sebagai kandidat pengganti sontak ramai diperbincangkan di sosial media banyak publik mendukung langkah Sherly Tjoanda dan adapun menolak keputusan tersebut.
Tak sampai disitu, sebagai satu-satunya calon kontestasi politik perempuan di Pilgub Maluku Utara tahun 2024 ini. Istri Benny Laos itu dikabarkan mendapatkan pemberlakuan istimewa. Tak hanya kelengkapan administrasi pencalonan. Sherly Tjoanda juga mendapatkan Pengawal Pribadi (Walpri) dari Mabes Polri. Sementara untuk ketiga paslon justru mendapat rekomendasi dari Polda setempat.
Menyikapi perihal tersebut salah satu Akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Abdul Kadir Bubu juga ikut memberikan komentar.
Dia menilai, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku Utara diduga bersikap diskriminatif dengan pemberlakuan istimewa terhadap calon gubernur nomor urut 4, Sherly Tjoanda.
Faktanya, Sherly dalam keadaan sakit tetapi oleh KPU dan dokter justru dinyatakan sehat jasmani dan rohani. Saat ini, Sherly masih menjalani perawatan akibat cedera kaki yang dialaminya dalam insiden ledakan speedboat Bela 72.
"Itu mesti digarisbawahi. Karena dia dinyatakan sehat jasmani dan rohani maka tidak boleh pemberlakuan istimewa kepadanya karena dia sudah dinyatakan sama dengan yang lain. Sehat jasmani dan rohani artinya dia sama dengan pasangan calon yang lain sehingga tidak boleh memberlakukan istimewa kepadanya," ujarnya.
Menurutnya, ketika Sherly ditetapkan sebagai calon gubernur, berbeda perlakuannya ketika ia masih belum ditetapkan sebagai cagub. Setelah ditetapkan sebagai calon maka dia sama dengan calon-calon lain.
"Karena itu tidak boleh pemberlakuan istimewa atau pemberlakuan berbeda, tidak boleh begitu, KPU harus taat asas. Berpegang pada posisinya, mereka menjalankan norma, mereka harus taat asas dan taat pada peraturan perundang- undangan," tegasnya.
Kadir menyatakan, sejauh ini sebelum penetapan dan ditetapkan ada pemberlakuan berbeda. Sebagaimana polemik pemeriksaan kesehatan dan kedatangan Sherly ke Ternate dengan jet pribadi dengan pengawalan ketat dan istimewa.
"Sejak ditetapkan dia tidak boleh diperlakukan lagi istimewa, itu yang harus digarisbawahi KPU. Jika KPU berlakukan istimewa mereka tidak taat asas dan melanggar undang-undang. Asasnya menyebutkan setiap pasangan calon diberlakukan sama oleh KPU sebagai penyelenggara, begitupun Bawaslu," paparnya.
Dia menegaskan, semenjak ditetapkan sebagai cagub, Sherly harus menjalani semua tahapan pilgub seperti halnya kandidat lain.
"Tidak ada orang yang mengancam keselamatan dia, tidak ada. Ketika dia memberanikan diri menggantikan mendiang suaminya, segala risiko yang terjadi kepadanya. Dia siap menanggung itu semua," jelasnya.
"KPU harus menjamin itu semua, hak-hak dan keselamatan dia harus dijamin. Karena itu Walpri yang menentukan Kapolda, bukan orang kiriman dari sana tidak, boleh. Tidak boleh seperti itu, itu pemberlakuan berbeda," pungkasnya.
(ier)