TERNATE, OT- Dosen Komunikasi Politik Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Dr. Helmi Alhadar menyampakan, Kabupaten Halmahera Utara (Halut) yang merupakan salah satu daerah yang ikut dalam perhelatan politik tahun ini.
Namun, menjelang batas "deadline" penutupan figure-figur yang akan bertarung dalam Pilkda serentak di kabupten Halmahera Utara (Halut), masih terkesan belum memiliki calon penantang petahana yang benar-benar "kuat".
Untuk melawan calon petahana, kata Helmi, paling tidak jika dilihat dari perilaku mayoritas Parpol yang masih "cenderung" condong ke petahana Frans Menery-Muchlis Tapi Tapi (FM-Mantap). Dimana yang paling baru sikap partai Demokrat yang resmi menyodorkan tiket ke petahana dengan mengabaikan usulan dari DPC Demokrat Halut yang tidak merekomendasikan pasangan tersebut.
“Ini mencerminkan bahwa tidak selamanya dukungan Parpol linier dengan aspirasi dari konstituennya. Setidaknya, ukuran sukses atau gagal dari pasangan petahana sangat relatif dipandang oleh berbagai kelompok yang ada di Halut,” kata alumni Unpad Bandung ini.
Hal itu juga tergambar dari para penantang yang cenderung berganti pasangan bahkan mundur dengan tidak ikut bertarung. “Apakah ini menjadi indiksi kalau posisi petahana sudah terlalu kuat atau penantangnya yang belum menggambarkan kekuatan yang nyata atau kekuatan yang serba tanggung, sehingga Parpol-parpol lebih bersikap pragmatis dengan mengusung FM-Mantap,” ungkap Helmi.
Kedua alasan tersebut bisa kemungkinannya benar. Hal itu, lanjut Helmi, diperkuat dengan mengamati reaksi dari masyarakat Halut dan Timses di Medsos, di satu pihak terkesan petahana memiliki massa dan pendukung yang besar.
Di pihak lain, kelompok oposisi juga terkesan begitu militan menentang petahana sehingga bisa jadi secara real, pendukung FM-Mantap dan penentangnya punya kekuatan yang lebih seimbang.
Apalagi melihat kondisi belakangan ini, dimana isu-isu yang muncul kepermukaan mestinya dapat melemahkan posisi petahana. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa mestinya posisi petahana tidak terlalu "perkasa" seandainya lawan yang diusung oleh kelompok oposisi lebih bisa diterima semua kelompok penentang petahana untuk diperhadapkan secara head to head.
Untuk itu, melihat realitas ini, maka kemungkinan kelompok oposisi perlu membangun komunikasi politik yang lebih efektif dengan mengusung pasangan yang diperhadapkan dengan petahana yang lebih bisa diterima oleh semua kelompok oposisi secara terorganisir dengan Hein Namotemo sebagai king maker.
Setidaknya, menurut Helmi, sang penantang dapat dijadikan simbol perlawanan guna menarik pihak-pihak yang bersebrangan dengan petahana untuk bersatu melakukan perubahan kepemimpinan di Halut.
“Kalau tidak, rasanya FM-Mantap akan sangat sulit dikalahkan oleh kelompok-kelompok penantang lainnya. Tapi bagaimanapun, orang Halut yang lebih tahu tentang realitas yang mereka alami,” tutup Helmi yang rencananya akan mendirikan Lembaga Pendidikan Strategi Komuniksi dan Politik (Lepskompol) Maluku Utara.
(red)