TIDORE, OT- Memilih pemimpin bukan hanya sekadar suka atau tidak, apalagi berdasarkan dengan hasil survey yang simpang siur atau pendapat akun-akun bodong di sosial media, sebeb ini merupakan persoalan tanggung jawab moral dan masa depan sebuah daerah.
Hal ini diungkapkan Politisi Partai NasDem Maluku Utara, Ishak Naser saat menyampaikan orasi politiknya pada kampanye terbatas dan tatap muka Pasangan Calon (Paslon) Basri Salama dan Muhammad Guntur Alting (Bagus).
Menurutnya, dalam pesta demokrasi yang terjadi di Pilkada Tikep, tidak terfasilitasi kontes ideologi yang sehat dan terbuka di antara ketiga kandidat sekaligus pendukungnya. Ketiadaan kontes ideologi tersebut menyebabkan persaingan politik ini menyeret dan mengandalkan ruang kampanye untuk saling menyerang, mengklarifikasi, membenar-salahkan, hingga menjatuhkan sebagai daya tarik maupun daya ikat dalam meyakinkan pendukungnya.
"Pada tahun politik seperti sekarang ini, kita dapat menyaksikan di dunia nyata atau dunia maya bagaimana orang-orang dengan mudahnya mengabaikan akal sehatnya demi membela pemimpin yang sangat mereka puja. Mereka juga serius mencari tahu sosok paslon lawannya untuk menjadikan senjata ampuh dalam menyerang dan menangkis serangan, hal itu semakin membuat moral runtuh, baik paslon maupun pendukung-pendukungnya. Politisi tanpa moral itu ibarat orang yang berjuang tanpa makan," ungkap Anggota DPRD Provinsi Malut ini.
Dalam merangkul masyarakat Tidore yang plural dan taat terhadap adat se atorang, laku moral harus diutamakan, ni memang diperhitungkan dengan matang oleh paslon BAGUS, langkah strategis yang luput oleh paslon lain, malah dijadikan pegangan oleh BAGUS, sebuah siasat yang menunjukkan bahwa pasangan ini tidak berjuang dengan perut kosong dan asal-asalan, tetapi penuh perhitungan serta pertimbangan.
Dirinya menyerukan beberapa kriteria pemimpin yang salah satunya berbunyi begini. Jadi pemimpin itu edukatif, bukan represif. Sebab pemimpin yang represif hanya akan menanam bom waktu dalam masyarakat. Kelak akan lahir pemberontakan-pemberontakan, namun, jika pemimpin edukatif, maka terlahir masyarakat yang bermoral dan memiliki hubungan yang harmonis.
Paslon BAGUS pada dasarnya memiliki visi yang mengerucut pada terbinanya masyarakat yang baik budi pekertinya dan membangun relasi yang sehat antar masyarakatnya. Karena Basri Salama dan Ustad Guntur mencerminkan pemimpin yang memiliki adab sekaligus susila yang luhur.
Berbeda dengan petahana yang ngotot dua periode, yaitu pasangan dengan sebutan AMAN. Paslon AMAN pada masa krisis ini cenderung menampilkan citra negatif di hadapan publik, isu yang muncul kemudian dibantah dengan sinis lewat klarifikasi, pembenaran tindakan, lalu menjatuhkan paslon lain, hal ini mencerminkan pemimpin yang tidak tahan dengan kritik.
Selain itu, sikap yang tak beda juga ditunjukkan oleh paslon SALAMAT yang gemar mengklarifikasi juga menjatuhkan citra pasangan lain melalui veteran partai yang dulu katanya berjuang di jalan yang salah, seperti tidak tahan dengan cibiran, sebuah pengakuan yang memang meragukan.
Jadi, untuk menengahi kekurangan itu, sebaiknya mengikuti saran dari Ishak Naser dalam menjabarkan kriteria seorang pemimpin bahwa pemimpin yang. Kalau tidak mau dikritik, berhenti jadi pemimpin, dan memberikan jalan bagi pemimpin baru yang siap sedia menerima kritik serta masukan-masukan dari seluruh lapisan masyarakat untuk membawa Kota Tidore Kepulauan menuju masa yang gemilang, sudah jelas dan terang kemampuan itu dimiliki oleh Basri Salama dan Ustad Guntur.
"Jangan sampai masyarakat Kota Tidore Kepulauan dipimpin oleh mereka yang pernah dibilang Sujiwo Tedjo, Pemimpin bertangan besi mematikan nyali, pemimpin yang dinabikan mematikan nalar," katanya.
"Barangkali kita sudah merasakan keadaan tersebut, namun, kita tentu belajar dari pengalaman bahwa menginjak kembali paku dengan telapak kaki yang sama, sungguhlah tidak bijak. Kita punya pilihan, kita berhak memilik untuk perubahan, kita berhak menggunakan nyali dan nalar," tegas politisi NasDem ini.(Rayyan)