Home / Berita / Politik

Bawaslu dan KPU Tolak Permintaan Masyarakat Enam Desa Versi Halbar

02 Juli 2018
Ilustrasi

TERNATE, OT-  Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku Utara (Malut), menolak permintaan masyarakat enam desa versi Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) untuk melakukan coblos ulang.

Ketua Bawaslu Malut Muksin Amrin pada wartawan mengatakan, prinsipnya KPU dan Bawaslu menegakan UU. Artinya, KPU tidak bisa berbuat banyak jika perintah UU seperti itu, yakni UU nomor 1 tahun 2013 tentang pembentukan Kabupaten Halut, Halsel, Sula, Haltim dan Tikep  di wilayah Provinsi Malut dan Permendagri nomor 135 tahun 2017 tentang kode wilayah kecamatan Kao Teluk kabupaten Halut.

“Dua dasar UU ini maka enam desa itu masuk wilayah hukum Halut, soal sengketa adalah urusan pemerintah, tidak bisa dikaitkan dengan penyelenggara pemilihan. Maka secara otomatis KPU dan Bawaslu membentuk penyelenggara Pemilu dari TPS sampai kecamatan masuk Halut,” jelas Muksin, di kantor Bawaslu, Senin (2/7/2018) siang tadi.

Selain itu, kata Muksin, data DAK2 dan DP4 yang disampaikan oleh pemerintah RI ke KPU RI, penduduk enam desa adalah warga kabupaten Halut. “Memang benar ada konflik batas wilayah, tapi ini adalah urusan pemerintah yang tidak pernah menyelesaikan masalah,” ujarnya.

Muksin mengaku, meskipun ada konflik tapal batas namun Bawaslu dan KPU punya niat baik untuk mencari jalan keluar sehingga masyarakat di enem desa dapat menyalurkan hak pilihnya pada Pilkada 27 Juni kemarin.

“Sebelum pencoblosan kemarin, ada penolakan dan ancaman warga tidak menyalurkan hak pilih. Untuk itu kami mencari solusi agar semua warga bisa salurkan hak pilih, sehingga kami melakukan pertemuan dengan masyarakat enam desa versi Halbar pada tanggal 26 Juni bersama Kapolda dan Danrem serta Kades Bobaneigo,” kata Muksin.

Hasil pertemuan itu, lanjut Muksin, warga enam desa versi Halbar bersedia manyalurkan hak pilih di Pilgub 27 Juni. Asalkan enam desa diambil alih oleh KPU Provinsi, maka Bawaslu dan KPU sepakat. 

“Jadi disepakati enam desa tetap dijalankan oleh KPPS yang ada, tetapi hasil pemungutan dan penghitungan langsung diambil alih oleh KPU Provinsi, tidak lagi masuk ke KPU Halut,” ungkap ketua Bawaslu.

Namun, kata Muksin, hasil kesepakatan dalam rapat itu berubah setelah utusan warga pulang ke Halbar, karena camat versi Halbar mengumpulkan masyarakat dan membuat rapat kembali guna membahas kesepakatan tersebut. “Sementara hasil rapat mereka, tetap menolak jika penyelenggara di tingkat KPPS masih Halut, dan meminta C6 harus diserahkan ke Kades enam desa versi Halbar, nanti Kades yang akan menyalurkan ke warga,” ungkapnya.

Untuk itu, lanjut Muksin, KPU dan Bawaslu tetap pertahankan pada kesepakatan awal, sehingga mereka tidak gunakan hak pilih, sehingga KPU dan Bawaslu tidak bisa melaksankan permintaan warga enam desa versi Halbar.

“Kami akan sampaikan ke Bawaslu dan KPU RI, sebagai pemegang mandat pelaksanaan UU. Untuk Bawaslu Malut sudah melaporkan ke Bawaslu RI, jadi kita menunggu putusan dari KPU RI dan bawaslu RI, karena penyelenggara di tingkat provinsi tidak bisa mengambil keputusan,” terangnya.

Muksin menambahkan, jika ada perintah Bawaslu RI untuk melaksankan pencoblosan ulang tidak jadi masalah, maka pihaknya akan laksanakan karena pertanggung jawaban Pilkada secara nasional adalah pusat.

Terpisah, Ketua KPU Malut Syahrani Somadayo menambahkan, KPU bekerja bukan berdasarkan tuntutan tapi berdasarkan aturan yang berlaku, sehingga masalah ini biarlah Bawaslu yang kaji, apakah sesuai aturan atau tidak.

“Kami sudah sampaikan ke KPU RI, prinsipnya jika ada rekomendasi dari Bawaslu kita akan laksanakan,” singkatnya.(red)


Reporter: Fauzan Azzam

BERITA TERKAIT