Home / Berita / Nasional

Refleksi Hari Pahlawan, GMNI Desak Pemerintah Terbitkan Perppu Omnibus Law

10 November 2020
Suasana jalanya aksi di depan kantor wali kota Ternate (foto_randi)

TERNATE, OT - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Ternate, Selasa (10/11/2020) melakukan aksi unjuk rasa mendesak Pemerintah Kota Ternate (Pemkot) lebih berpihak pada kaum buruh dan tenaga kerja di Kota Ternate.

Hal ini disampaikan sejumlah mahasiswa dalam aksi unjuk rasa refleksi Hari Pahlawan 10 November 2020 di  depan studio RRI dan depan kantor Wali Kota Ternate.

Selain berorasi, GMNI juga membawa spanduk dan poster berisi kecaman terhadap kebijakan pemerintah, termasuk 0engesahan UU Omnibus Law yang telah disahkan pada 5 Oktober lalu.

Kordinator Lapangan (Korlap) GMNI Cabang Kota Ternate, Buru Hj Saman mengatakan hadirnya UU Cipta Kerja (Omnubus Law) telah banyak dikomsumsi dan ditafsirkan oleh publik sehingga hal ini menjadi persoalan yang dinilai darurat.

Dia menilai, UU Cipta Kerja adalah UU yang sangat menindas kehidupan rakyat khususnya buruh dan tenaga kerja.

Menurut Saman, jika dicermati substansi UU 11 tahun 2020 tentang cipta kerja terdiri dari 11 kluster pembahasan dan 1.200 pasal yang coba menyederhanakan dan mengsingkrongkan 79 UU yang berlaku hanya bertujuan untuk mempermudah izin infestasi penghapusan pesangon dan tidak menjamin hak-hak perempuan seperti cuti, haid dan hamil. Sistem kerja yang tidak tetap dan pemberian upah per jam yang tidak sesuai hak kerja.

"Untuk itu menurut pengkajian kami ada beberapa pasal yang dinilai merugikan buruh atau pekerja," ujar Saman kepada indotimur.com.

Saman juga menyebut, berdasarkan pasal 88 B dalam UU no 11 tahun 2020 tentang cipta kerja yang berbunyi bahwa upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu atau satuan hasil. Selain itu juga penghapusan pasal 91  UU ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 berbunyi pengaturan penghapusan yang di tetapkan kesepakatan pengusaha dan bekerja atau serikat pekerja tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang di tetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dia juga menilai, menghapus pasal 91 UU Ketenagakerjaan adalah keteledoran yang akan berujung pada kurangnya kepatuhan setiap badan usaha terhadap pembayaran upah minimum. Apalagi selama ini, pemerintah pusat hingga daerah termasuk pemerintah kota Ternate dinilai gagal untuk menegakan pasal- pasal untuk menjamin hak-hak tenaga kerja seperti BPJS, pasangon, THR, dan pembayaran upah dibawah standar upah minimum oleh setiap badan usaha di Kota Ternate sesuai perintah UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

Olehnya itu dari beberapa poin pasal di atas kiranya menjadi hal yang sangat urgen untuk disikapi bahwa UU cipta kerja ini menurut hemat kami harus benar-benar di cabut oleh pemerintah saat ini. Karena dianggap sangat merugikan rakyat khususnya tenaga kerja.

Untuk itu kami atas nama institusi dewan pimpinan cabang GMNI kota Ternate menuntut kepada pemerintah agar mencabut UU cipta kerja Omnibus Law karena UU cipta kerja ini telah di anggap menghianati para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa dan raga dalam mempejuangkan rakyat dari belenggu penindasan menuju kemerdekaan UU cipta kerja ini telah melecahkan rakyat. 

"Maka dari itu kami meminta sahkan RUU PKS dan mendesak Teenate  mendorong pencabutan UU no 1 tahun 2020 tentang cipta kerja, Pemkot Ternate harus ada keberpihakan tenaga kerja di kota Ternate dan kami juga menuntut pemerintah kota Ternate agar bisa menindak badan usaha nakal di kota Ternate," pungkasnya. 

Amatan indotimur.com, hingga pukul.13:53 WIT, setidaknya.ada tiga elemen mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Wali Kota Ternate. 

Aksi sempat memanas saat GMNI hendak membakar ban di pintu selatan kantor Wali Kota Ternate, namun dihalangi angota Satpol PP Kota Ternate. 

Beruntung aksi ini tidak berlangsung lama setelah anggota Polres Ternate datang merelai. (ian)


Reporter: Ryan

BERITA TERKAIT