TERNATE, OT - Meningkatnya kasus pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia, maka pemerintah Indonesia resmi melarang warga negara asing (WNA) masuk maupun transit di wilayah Indonesia sebagai upaya menekan angka penyebaran virus Corona (Covid-19).
Larangan pemerintah itu tersebut tertuang dalam Peraturan Menkumham Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia. Peraturan ini berlaku mulai pada 2 April 2020 sampai waktu yang tak ditentukan.
Maluku Utara, sebagai salah satu provinsi yang banyak menampung TKA asal China di perusahan tambang yang tersebar di banyak lokasi di Halmahera, Pulau Obi, Taliabu, Pulau Gebe, Sula dan Morotai perlu melakukan langkah konkrit selain mencegah penyebaran Covid-19 juga menindaklanjuti keputusan pemerintah tentang pelarangan orang asing selama masa pandemi Covid-19.
Namun sangat disayangkan, pada saat rakyat dibatasi ruang gerak karena kebijakan menjaga jarak (physical distance) pemerintah justru membiarkan TKA asal China terus berdatangan.
Direktur Lembaga Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Maluku Utara, Hasby Yusuf, dalam rilisnya menyatakan, masuknya TKA asal China tidak hanya menabrak kebijakan pemerintah Indonesia yang melarang masuknya orang asing tetapi sekaligus menohok rasa keadilan publik di negeri ini.
"Selain mereka mengambil hak kesempatan kerja penduduk lokal, potensi menyebarkan virus corona juga harusnya menjadi perhatian pemerintah Indonesia," tegasnya.
Ketika rakyat disuruh berdiam diri di rumah, bahkan dilarang berkerumun dan melakukan aktivitas sosial dan ekonomi, di sisi lain, TKA asal China justru bebas masuk secara bergerombol di Indonesia dan lebih khusus di Maluku Utara.
"Rakyat tak bisa lagi bebas beraktivitas, bahkan dalam mencari nafkahpun tak diizinkan. Semua ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona. Sampai disini rakyat pasti maklumi, ini semua karena untuk kesehatan kita semua," katanya.
Namun, pemerintah seolah diam saja, saat rombongan tenaga kerja asing TKA asal China berdatangan di negeri ini, "menurut kami pemerintah diskriminatif, kepada warga negara sendiri berlaku keras tetapi kepada warga asing dianak emaskan," sindirnya.
Hasby menilai, diskriminasi ini yang kemudian memicu rakyat melakukan protes meminta pemulangan TKA asal China khususnya 46 orang TKA asal China yang beberapa waktu lalu ke pulau Obi yang bekerja di salah satu perusahan tambang milik PT. Harita Group.
Dia membeberkan rute perjalanan 46 TKA asal China yang akan bekerja di PT. Harita di Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara.
Hasby menyebut, 46 TKA asal China ini tiba di Manado Sulawesi Utara dengan pesawat Batik Air Nopen ID 6276 tanggal 7 April 2020 dari Jakarta. Sebelum masuk Manado,mereka sebelumnya dalam perjalanan dari Kamboja dan Malaysia.
Di Manado mereka diinapkan oleh perusahan di Hotel Mels Inn Kota Manado.
"Dari Manado 46 TKA asal China ini lewat kapal laut menuju Obi. Mereka lewat kapal laut agar tak terdeteksi oleh masyarakat Maluku Utara. Mereka TKA asal China menuju Obi dari pelabuhan Ruko, Kelurahan Pateten Satu, Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung dengan meenggunakan kapal KM Budi Mulya.
Hasby bahkan mengklaim telah mengantongi 46 nama TKA asal China yang masuk ke Obi berdasarkan manifest perjalanan dan paspor.
Saat ini, lanjut Hasby, kehadiran TKA asal China ini sudah menjadi sorotan rakyat. Rakyat menghendaki pemerintah daerah melalui Gubernur Maluku Utara, Bupati Halmahera Selatan, kepala Imigrasi Maluku Utara dan Dinas Tenaga Kerja Maluku Utara agar cepat merespon tuntutan rakyat ini dengan segera memulangkan TKA asal China dari Maluku Utara.
"Jika gubernur dan Bupati Halmahera Selatan tak memulangkan mereka maka dikhawatirkan ini akan menimbulkan amuk sosial yang berdampak pada kepercayaan pemerintah dihadapan rakyat," tegasnya.
"Dan kasus TKA China, saya perkirakan akan didiamkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Seperti biasa akan ada klarifikasi dan pengalihan isu TKA asal China ke masalah yang lain. Dan dugaan saya pemerintah akan membenarkan tindakan perusahaan tambang," tukasnya.
"Saya berharap masyarakat, penggiat lingkungan, NGO, aktivis kampus, ormas, OKP dan kawan kawan Pers harus mengawal kasus ini hingga pemulangan terhadap 46 TKA asal China ini dari Maluku Utara dan Indonesia," ajaknya. (iel)