TERNATE, OT– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia menegaskan komitmennya untuk memperkuat tata kelola dan mendorong inovasi keuangan digital yang bertanggung jawab melalui pengembangan kerangka tokenisasi aset yang adaptif dan inklusif.
Penegasan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, dalam sambutannya pada hari kedua pelaksanaan OECD Asia Roundtable on Digital Finance 2025 di Bali, Selasa (2/12/2025). Acara ini diselenggarakan OJK berkolaborasi dengan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan didukung oleh Financial Services Commission (FSC) Korea.
Mirza menjelaskan bahwa forum ini merupakan bagian dari kerja sama strategis antara OJK dan OECD yang kini diperluas untuk mencakup sektor keuangan digital, termasuk Kecerdasan Artifisial (AI) dan aset digital. Penyelenggaraan forum ini juga mengimplementasikan MoU kerja sama OJK dengan FSC Korea yang telah terjalin sejak 2016.
Diskusi hari kedua forum tersebut fokus pada lanskap baru keuangan digital Asia, khususnya pemanfaatan Distributed Ledger Technology (DLT), tokenisasi, dan mata uang digital bank sentral (CBDC).
"Perkembangan teknologi, termasuk AI dan tokenisasi, bukan lagi wacana masa depan, melainkan realitas saat ini yang membentuk kembali arsitektur pasar keuangan global," kata Mirza.
OJK juga menyoroti potensi pertumbuhan tokenisasi yang masif. Berdasarkan data internasional, pasar tokenisasi global diperkirakan akan tumbuh signifikan dari $0,6 triliun menjadi $18,9 triliun pada tahun 2033. Kawasan Asia Pasifik diprediksi menjadi pusat pertumbuhan dengan laju tahunan melebihi 21 persen.
Indonesia sendiri, di tengah adopsi layanan keuangan digital tertinggi di Asia, telah mengambil langkah konkret. Kepala Eksekutif Pengawasan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi, menyampaikan bahwa OJK telah melaksanakan regulatory sandbox terhadap model bisnis tokenisasi.
"Fokus kami adalah pada tokenisasi aset nyata seperti emas, properti, dan surat berharga negara. Beberapa model bisnis telah dinyatakan lulus sandbox pada tahun ini dan menunjukkan antusiasme pasar terhadap kepemilikan fraksional dan ambang investasi yang lebih rendah," jelas Hasan Fawzi.
Menutup rangkaian kegiatan, Hasan Fawzi menekankan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan dan pelindungan. "Kita perlu terus mendorong inovasi yang bertanggung jawab yang mampu menyeimbangkan pertumbuhan dengan pelindungan konsumen, integritas pasar dan stabilitas sistem keuangan,”ujarnya.
OJK optimis, melalui kolaborasi dengan regulator, pelaku industri, dan organisasi internasional, inovasi keuangan digital dapat tumbuh secara inklusif, bertanggung jawab, dan adaptif terhadap tantangan global.
(ier)







