TERNATE, OT- Mahkamah Agung (MA) memerintahkan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Sosial (Kemensos), agar membayar ganti rugi terhadap korban kerusuhan Maluku, Maluku Utara (Malut) dan Sulawesi Tenggara (Sultra) tahun 1999 silam.
Kuasa Hukum Kelompok Masyarakat Eks Pengungsi tahun 1999, La Ode Zulfikar Nur meyampaikan, gugatan korban konflik Maluku, Malut dan Sultra tahun 1999 pada pemerintah Indonesia yang dilayangkan tahun 2011 lewat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hingga berakhir di MA telah dimenagkan.
“Mewakili kurang lebih 213.217 Kepala Keluarga (KK) korban eks Konflik Maluku, Malut dan Sultra tahun 1999 lewat gugatan pengadilan telah kita menangkan,” Kata La Ode yang juga berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kepton, kepada wartawan, Senin (30/3/2020).
Lanjut La Ode, gugatan korban konflik dilaporkan pada tahun 2011 lalu dengan nomor registrasi 318/PN/ JP dan dimenangkan oleh kelompok masyarakat eks pengungsi konflik, namun pada tahun 2015 pemerintah melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta dengan nomor perkara 116 / PDT / 2015 / PT DKI tanggal 11 Mei 2015.
“Menurut majelis hakim, pemerintah terbukti melakukan tindakan melawan hukum, dengan pertimbangan pemerintah lalai dalam mendukung pertolongan bagi korban kerusuhan. Pemerintah dan jajarannya wajib memberikan ganti rugi hingga Rp 3,9 triliun,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah harus melakukan ganti rugi Bahan Bangunan Rumah (BBR) sebesar Rp 15 juta ditambah uang tunai sebesar Rp 3,5 juta, sehingga totalnya Rp 18,5 juta masing-masing pengungsi sebanyak 213,217 KK.
Dikkatakan, pemerintah yang kalah pada kasasi di Pengadilan Tinggi, kemudian, dilakukan kasasi ke MA dengan nomor perkara 1950 K / PDT / 2016. Tapi MA menolak kasasi dan meminta pemerintah untuk memberikan ganti rugi kepada korban eks pengungsi konflik Maluku, Malut dan Sultra tahun 1999 sesuai dengan hasil putusan pengadilan pertama.
Namun, Pemerintah kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan kasasi pada tanggal 20 Mei 2019. Namun, Menurut La Ode, PK dengan nomor perkara 451 PK / PDT / 2019 ditolak oleh majelis hakim pada 31 Juli 2019 dengan ketua hakim Takdir Rahmadi.
Untuk itu pada tanggal 13 Februari 2020, MA memberikan salinan putusan kepada kelompok masyarakat eks pengungsi melalui Kuasa Hukum LBH Kepton, dan juga dikirim kepada Presiden Joko Widodo, Gubernur Maluku, Gubernur Maluku Utara dan Gubernur Sulawesi Tenggara.
“Jadi kami meminta kepada 53 ribu Kepala Keluaraga eks Korban Konflik di Malut, agar segera memasukan data keluarga berupa KK, KTP dan surat keterangan penduduk asli Maluku Utara kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kepton atau melalui koordinator kelompok eks korban konflik Malut, Aruf Lamina yang beralamat di lingkungan Gamayou, Kecamatan Kota Ternate Tengah,” ujarnya.
Kata dia, secepatnya data-data tersebut dimasukan ke Kementrian Sosial RI untuk melakukan pencairan dana bantuan itu. “Kami juga mengingatkan jika masyarakat eks korban konflik tidak memasukan data sampai akhir April, maka kami tidak memproses ke kementerian,” jelasnya.
“Jika masyarakat yang telah menerima bantuan dari pemerintah sebelum gugatan ini dimengakan oleh kelompok masyarakat eks pengungsi, maka mereka hanya menerima setengah dari yang sudah diterima,” pungkasnya.(ian)