JAKARTA, OT - Para wartwan yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) melakukan audens dengan pihak Badan Legislasi (Banleg) DPR RI guna memberi masukan dan pandangan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang dipimpin Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya.
Wakil ketua Banleg DPR RI Willy Aditya menjelaskan, pihak Baleg DPR RI mengundang para wartawan yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia untuk bisa memberikan masukan dan pandangannya terkait Omnibus Law Cipta Kerja.
"Kami mengundang mereka ini,” kata politisi Fraksi Partai NasDem ini saat membuka RDPU Baleg DPR RI dengan IJTI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, kamis (10/6/2020).
Ketua IJTI Yadi Hendriana memberikan pandangan komunitas pers terhadap RUU Cipta Kerja, dimana insan pers menolak revisi kedua pasal tersebut dengan alasan menghindari adanya intervensi Pemerintah dalam kemerdekaan pers.
"Pengaturan oleh Peraturan Pemerintah (PP) mengenai jenis, besaran denda, tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif membuka intervensi kemerdekaan pers," katanya.
Sebaliknya, lanjut Yadi, pers membutuhkan domestic policy yang dapat melindungi media nasional dari dari ancaman platform asing dan sebagai bentuk keberpihakan pada media nasional.
“Kita butuh domestic policy, untuk melindungi Pers Nasional, selain menjaga kebebasan pers perlu regulasi yang memproteksi pers nasional dan membatasi gurita platform asing, faktanya kita tidak punya satu UU pun untuk menangani ini," sambungnya.
Menanggapi hal itu, Anggota Baleg DPR RI Firman Soebagyo mengusulkan penghapusan pasal-pasal terkait pers dan media dalam RUU Cipta Kerja yang dinilai berpotensi menimbulkan multitafsir.
“Kami usulkan terkait dengan media dan pers untuk didrop dari RUU Cipta Kerja, dan media dan pers sudah diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sehingga lebih baik diperkuat dalam UU yang ada," tandas Firman.
Taufik Basari, Anggota Baleg DPR RI lainnya mempertanyakan relevansi pers dalam RUU Cipta Kerja. Dia pun akan menanyakan hal itu dalam rapat kerja Baleg dengan Pemerintah mendatang.
Menurutnya, tidak masalah jika Pemerintah mengeluarkan poin tentang Pers dari RUU Cipta kerja, agar rancangan tersebut fokus mengatur kemudahan usaha dan perizinan.
“Terkait pers ini saya belum melihat ada kaitannya sehingga perlu dibahas, saya akan mempertanyakan kepada Pemerintah apa yang menjadi dasar pemikiran mengapa isu pers masuk dalam RUU Ciptaker, kalau argumentasinya tidak kuat atau tidak signifikan, tidak ada salahnya kita keluarkan saja (pasalnya), supaya kita lebih fokus pembahasannya soal kemudahan berusaha dan perizinan,” tandas politisi Partai NasDem ini.
Diketahui, Pemerintah melalui RUU Omnibus Law Cipta Kerja memasukkan revisi terhadap sejumlah pasal dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam draf Omnibus Law Cipta Kerja, Pemerintah merevisi pasal 11 dan pasal 18 pada UU Pers. (@by)