TERNATE, OT - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IAIN Ternate, Senin (20/8/2018), mengelar dialog publik dengan tema" Cadar Dalam Presepekif Budaya Akademik" bertempat di aulla Babullah Kampus IAIN Ternate.
Ketua BEM IAIN Ternate, Julkifli Jafar kepada indotimur.com mengatakan kegiatan ini dalam rangka merespon isu yang kontroversi di lingkungan kampus IAIN Ternate, terkait dengan larangan cadar.
"Yang akhir akhir ini hangat diperbincangkan oleh kalangan masyarakat akademisi, baik itu mahasiswa maupun dosen," ujar Julkifli.
Kata dia, kegiatan tersebut turut dihadiri oleh beberapa narasumber yang notabene dosen akademisi IAIN Ternate, diantaranya Dr. Adnan Mahmud, Dr. H. Wardah, Dr. Taher Sapsuha, Dra. Basyariah Naingolang serta Drs Hi. Harun Ginoni, dan mahasiswa IAIN Ternate.
Dr. Adnan Mahmud dalam materinya menyampaikan, dalam suatu lingkungan, kita harus belajar menataati aturan, yang berlaku di akademik berhubungan dengan sistem pelayanan adiminstrasi dan aktivitas lainya sebagaimana tercantum dalam pasal 10 tentang etika mahasiswa IAIN Ternate.
Sementara Dr. M. Wardah memaparkan, tentang masalah cadar merupakan persoalan khilafiah, "mengapa demikian, karena menurut ulama mengiakan penerapan cadar ini masih fiktif, tentunya kita masih butuh belajar karena bukan hanya persoalan cadar yang senantiasa di perdebatkan," kata M Wardah.
Dia menambahkan, pada tingkat Lafal Quran dipraktekan melalui sholat, ini juga masih sebagian ulama sering berdebat, "jadi intinya jangan karena berbeda pendapat kemudian kita pecah, tentunya hal tersebut tidak melahirkan solusi oleh karena itu wajib kita harus banyak membuka dan mempelajari literatur literatur referensi," ungkapnya.
Drs. Hi. Harun Ginoni, menjelaskan bahwa segala sesuatu dalam Qur'an, punya sebab atau asbabul nujul turunnya Qur'an. 'Di dalam Islam ada ketentuan yang berlaku misalkan dalam kaidah ushul fiqih, menyebutkan ada pokok-pokok perintah itu bersifat wajib dan juga anjuran yang mesti kita bisa membedakan," ungkap Harun.
Menurutnya, yang menjadi dasar persoalan cadar ini, bisa dilihat dalam An-Nur ayat 30-31, namun kata 'cadar' tidak ditemukan hanya kerudung atau jilbab. "Oleh karena itu di setiap kampus punya ketentuan dan aturan yang berlaku di kampus dan kita harus mengikuti hal tersebut", ujar Harun.
Hal.senada juga disampaikan Dr Taher Sapsuha. Menurutnya, masyarakat Maluku Utara awalnya hanya menggunakan 'sabeba' atau kolor, tetapi dengan perkembagan kedatangan Hindia dan Cina serta Islam, disitulah pakaian mulai diperkenalkan.
"Yang dilakukan sistem barter dengan produk lokal sehingga masyarakat bisa menggunakan pakaian yang terbuat dari kain asal bangsa tersebut dilihat dari peresepektif budaya," ujar Taher sembari mencontohkan bedanya dengan orang arab timur tengah.
"Karena pengaruh budaya fitnah yang tinggi sehingga mereka menutupi wajah dan mata sementara masyarakat kita berbeda dengan budaya yang diterapkan di timur tengah melalui bangsa arab", ujar Taher.
Sementara itu, Dra, Basyariah Naingolan, lebih menilai persoalan ini, melalui kajian fiqih. Menurutnya, dalam kajian fiqih, mewajibkan dan menganjurkan, "jadi tidak ada yang melarang, pakaian itu adalah identitas seorang muslimah, dari berpakaian itu dapat membedakan antara mana yang muslimah dan mana yang bukan Selama belum ada dalil yang melarang cadar itu bisa digunakan," tegasnya. (ded)