Home / Opini

Indahnya Ciptaan Tuhan

Oleh: Hamdy M. Zen Pengajar Bahasa Arab IAIN Ternate
12 November 2019
Hamdy M. Zen  Pengajar Bahasa Arab IAIN Ternate

Indahnya Ciptaan Tuhan

Oleh: Hamdy M. Zen 
Pengajar Bahasa Arab IAIN Ternate

Langit terlihat cerah. Bentuk awan pun sungguh mempesonakan mata. Di saat hujan menyapa dunia, saat itulah kita bisa merasakan betapa indahnya teknologi Tuhan. Pelangi, tiba – tiba datang membentuk setengah lingkaran. Kadang berteduh di atas lautan. Namun tak jarang juga di atas bebatuan yang terkena sengatan percikan air. Bahkan di atas gunung yang menjulang tinggi, kita pun disempatkan oleh-Nya, untuk dapat melihat megahnya setengah lingkaran pelangi yang penuh dengan warna yang begitu indahnya.

Mampirlah ke tepi pantai Dodola, pulau terdepan Maluku Utara. Adapun di utara Halamhera, kita bisa melihat pantai Kahona. Lalu, menuju ke Selatan, kita temukan menawannya pulau Kayoa. Kampung yang terapung di atas lautan di tengah garis katulistiwa. Di sana, kita juga bisa menyaksikan pasir putih merajalela. Lelei, satu pulau yang tersembunyi. Menyimpan berjuta pesona yang sungguh menarik hati.

Beralih ke Timur, jalan menuju Bicoli dihiasi dengan pemandangan pesisir pantai yang sungguh aduhai, indah sekali. Belum lagi di tengah Pulau Halmahera. Di sana, ada Weda, Patani, Gebe dan lain - lain. Negeri yang menampung ratusan wisata Alam. Bukan karena kreasi manusia tapi langsung dari Sang Pencipta.

Kini, mari mampir ke Barat Halmahera. Loloda, Ibu, hingga jailolo. Di sini, tak kalah indah juga. Bermacam – macam warna tempat wisata bisa kau rasakan. Ke laut, darat atau puncak gunung pun kau bisa menemukan di tempat ini. Bahkan ketika telah kau singgahi tempat ini, tidak menutup kemungkinan kau akan ingin menetap selamanya. Sebab, tidak hanya alamnya saja yang ramah. Para penghuni nya pun ikut – ikutan ramah pada mu juga pada kedatangan mu. Maaf, bukan berarti di tempat yang sudah disebutkan di atas tidak ramah. Yang namanya Moloku Kie Raha sikap alam dan penghuninya tetap sama yakni ramah lingkungan juga semua pemukiman.

Kembali lagi kita ke soal pemandangan. Di ternate, malah sudah tak asing lagi bukan? Ke selatan, ada benteng Kala Mata, ke Tengah, ada Benteng Orange, ke Utara ada benteng Toluko. Lalu, di barat ada Batu Angus. Terus ke belakang, ada pantai Tobololo, Sula Ma Daha, hingga Danau Tolire. Dan masih banyak lagi dan lagi yang akan kau temukan tempat – tempat yang membuat tenang mata, pikiran juga hati mu di sini.

Ini baru di timur Indonesia. Belum lagi di bagian Baratnya. Bahkan belum pula di berbagai belahan dunia. Begitu hebatnya teknologi ciptaan Tuhan bukan? Siapa lagi selain Dia yang mampu menghadirkan pemandangan – pemandangan yang seperti ini? Siapa? Masih adakah gerangan yang mampu berkuasa seperti ini? Lalu pertenyaan berikutnya, untuk siapa semua ciptaan ini dibuat? Pastinya untuk kita kan? Ya untuk siapa lagi kalau bukan untuk kita?

Dalam Qur’an Surah Al-Rahman kurang lebih 32 kali di ulang – ulang Oleh Allah tentang Firmannya yang mengatakan bahwa “ Maka nikmat Tuhan-Mu yang mana lagi yang engkau ingkari? ”. Dalam surat yang lain disebutkan bahwa “ Fastabiqul Khairaat ” yang artinya, maka berlombalah dalam kebaikan.

Nah, persoalan kebaikan ini menjadi menarik untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut. Di sini, mohon maaf, penulis akan mencoba menelusurinya dengan kaca mata pribadi, tapi berdasarkan hasil bacaan ya bukan prasangka tanpa data, maaf sekali lagi, tabea.

Tak jarang kita saksikan perselisihan kemudian muncul di tengah – tengah kita pasca proses suatu perlombaan berlangsung. Bahkan sebelum berlangsungnya perlobaan tersebut pun, sudah mulai ramai di permukaan, berbagai “ meme “ yang saling menjatuhkan antar kontestan juga antar pendukung dari para kontestan masing – masing. Dan semua meme yang dilakukan itu tidak sedikit yang bernada negatif. Ironisnya lagi, semua itu dilakukan dengan asas, yakni “ berlomba dalam kebaikan ”. Subhanallah Maha Suci Allah.

Sehingga, fakta kemudian berbicara bahwa, dampak dari perpecahan lantas melahirkan kerusakan di mana – mana. Mari kita buka beberapa di antaranya.

Penjajahan Belanda terhadap Indonesia. Apa yang kita peroleh? Nyawa – nyawa tak berdosa berguguran bagai musim gugur. Gedung – gedung pencakar langit runtuh. Wisata alam tak terurus, hingga membuat ia kemudian marah, jadilah wisata amarah yang membabi buta.

Berikutnya, tragedi 98. Apa yang kita dapatkan? Era Reformasi? Reformasi apa? Reformasi pembantaian manusia – manusia yang tak bernoda. Menuju ke era berikutnya. RMS angkat bicara, Papua Nugini juga bertingkah, OPM pun tak mau kalah dan GAM ikut – ikutan berlomba. Lalu apa setelahnya? Apa yang kita peroleh dari semua ini?

Bukan kemenangan yang kita dapatkan justru musibah yang kita terima. 2004 silam menjadi saksi nyata buat kita. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh seorang Ebiet G. Ade dalam sebuah lirik lagunya “ mungkin Alam mulai bosan melihat tingkah kita ”. penulis sepakat dengan perkataan Ebiet ini. Lihatlah ke tahun 2004. Aceh, kota yang dibilang Serambi Mekkah dibantai habis – habisan oleh amarah alam yang kemudian dikenal dengan tsunami. Alam yang harusnya menjadi tempat wisata malah jadi mala petaka.

Tak lama berselang, Jogja pun diguncang gempa yang berskala besar yang membuat roboh gedung – gedung pencakar langit. Banjir lahar pun ikut beraksi. Tak sampai di situ, Banjir badang di daerah Jabodetabek, lantas pula bersamaan melangkah, lagi dan lagi.

Kembali ke sini. Seakan tak bosan dengan itu semua, gempa kembali menyapa negeri kita, maaf katanya negeri pecinta mesjid juga negeri para ulama katanya, yakni Lombok, sekali lagi maaf ya, suba jo, tabea. Dan tak hanya sampai di situ. Seolah tak mau kalah, tsunami juga kembali datang tuk menyapa negeri Tenggara Sulawesi, yakni Palu. Lalu, nyawa – nyawa berserakan mengelilingi kota Palu. Seketika Palu menjadi ramai, bukan karena terlalu banyak penghuninya, tapi ramai dengan mayat – mayat yang berserakan di mana – mana. Nauju billah. Mari berlindung kepada Allah.

Dan episode ini masih tetap dan mungkin terus berlanjut sampai maut menjemput. Maaf bukan berarti penulis berdoa untuk ini. Tidak. Semoga peristiwa – peristiwa seperti ini tidak lagi menyapa negeri tercinta kita. Namun demikian, pertanyaannya, bagaiman caranya agar peristiwa ini, episodenya berhenti sampai di sini dan dinyatakan tamat?

Jika perlombaan yang kita buat dan para kontenstannya berlomba dengan menghadirkan meme yang negatif, maka sejujurnya, dengan penuh rasa hormat dan dengan segala kerendahan hati, penulis pesimis akan hal itu.

Bukan Cuma itu. Dalam setiap gerakan yang kita mainkan di atas bumi Allah ini mestinya selalu berada dalam koridornya. Jika kita paksakan saja untuk tetap keluar dari koridornya, maka bukan tidak mungkin, peristiwa – peristiwa seperti yang telah disebutkan di atas, akan kembali meyapa kita, bahkan mungkin lebih dahsyat lagi.

Coba kita bayangkan, meminjam penjelasan dari Ustadz Adi Hidayat dalam penggalan ceramahnya beberapa waktu yang lalu, Mall kita dirikan, Hotel kita bangun, gedung – gedung perkantoran yang megah yang dengan bangganya kita duduk di dalamnya. Seketika dikagetkan dengan sebuah gempa yang hanya berskala 7,4 SL, semua berhamburan keluar. Padahal kita kerja di dunia hanya untuk membangun bangunan – bangunan itu. Tapi apa? Diuji dengan gempa tersebut, semua serentak lupa. Berhamburan keluar bahkan ingin menjadi orang pertama yang keluar.

Apa yang perlu diambil dari peristiwa di atas? Itu adalah sebuah teguran dari Tuhan. Secara tidak langsung Tuhan mau bilang ke kita, ingat carilah dunia, tapi jangan kita lupakan akhirat. Ketika kita banyak mengingat akhirat, maka bekal untuk ke akhirat akan semakin diperbanyak. Sehingga, kita tak perlu lagi takut dengan segala macam bentuk dari peristiwa dari sang Kuasa tersebut. Sebab, segala kerusakan baik di laut maupun di darat adalah karena ulah tangan – tangan jahil manusia ( lihat Quran surat Al Rum ayat 41 – 42 ).

Akhirnya, penulis mengimbau kepada diri pribadi dan keluarga juga kita sekalian, marilah berlomba dalam kebaikan dengan bekerja dan terus berusaha, lalu berpeganglah pada satu kalimat Tuhan yakni maka Nikmat Tuhan mu yang mana lagi yang kau ingkari. Sehingga, alam kemudian bersahabat dengan kita. Pelangi bisa kita nikmati dan tempat – tempat wisata tak lagi mengeluarkan amarahnya untuk kita. Ia malah kembali memamerkan pesonanya untuk kita nikmati bersama. Sekian. Tabea. Suba jo.

Ternate, puncak Dufa – Dufa. 08 agustus 2019.(penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT