TERNATE, OT- LSM Rorano Provinsi Maluku Utara (Malut), meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali rencana isolasi mandiri pasien positif di rumah masing-masing.
Direktur LSM Rorano Provinsi Maluku Utara, M. Asghar Saleh dalam rilisnya menyampaikan, kasus positif masih terus bertambah. Tiga hari ini hasil pemeriksaan tidak banyak karena TCM RSUD Chasan Boesoirie Ternate dalam proses perbaikan ruangan, sehingga tambahannya hanya sesikit.
Meski demikian, kata Asghar, jika melihat perbandingan peningkatan kasus di Ternate maka butuh hitungan yang terukur dan pasti untuk dijadikan dasar pengambilan setiap kebijakan.
"Pada Maret, kasus kita hanya 1, di bulan April ada tambahan 19 kasus sehingga jadi 20. Kasus positif melonjak tajam pada bulan Mei dengan tambahan 79 kasus baru sehingga totalnya jadi 99. Sangat mungkin lonjakan kasus di Ternate dipengaruhi oleh transmisi lokal," jelas Asghar.
Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah reaktif rapid test. Sedangkan di bulan Juni sejak tanggal 1-15, Ternate mengalami penambahan sebanyak 88 kasus.
"Jika tambahan kasus per hari tetap seperti ini maka diakhir bulan nanti, sangat mungkin Ternate memiliki 150 kasus baru. Kemungkinan ini dapat terjadi karena angka reaktif rapid test terus meningkat sesuai hasil dari tracking," katanya.
Selain itu, masih ada puluhan spesimen hasil swab yang tertahan di BPPTKL-PP Manado maupun di RSUD Chasan Boesoerie, karena dua mesin TCM tidak beroperasi.
Dengan kondisi demikian, lanjut Asghar, Rorano meminta keseriusan semua pihak untuk menangani aspek kesehatan terutama pemutusan rantai penularan.
"Yang paling berbahaya dari virus ini adalah kecepatan penyebarannya. Kita selalu tertinggal baik karena ketiadaan alat maupun waktu tunggu yang terlalu lama. Padahal kecepatan penegakan diagnostik adalah senjata utama melawan kecepatan virus yang menyebar," tulis Asghar dalam rilisnya.
Untuk itu, lanjut Asghar, LSM Rorano memberi beberapa saran, yaitu :
Pertama, LSM Rorano meminta pemerintah mempertimbangkan ulang secara serius rencana isolasi/karantina mandiri pasien positif di rumah, karena ketidaksiapan masyarakat.
"Tak ada jaminan pengawasan dari petugas kesehatan yang terbatas jumlahnya. Sebaiknya opsi penambahan tempat karantina dipilih sehingga peluang menularkan virus diminimalisir," kata Asghar.
Kedua, terkait adanya mesin PCR yang sudah ada di RSUD dan sementara persiapan untuk running, maka prioritas pemeriksaan dilakukan pada mereka yang butuh follow up setelah dinyatakan positif. Kasus baru bisa di periksa melalui TCM atau Lab Prodia.
Ketiga, jika pasien/orang dalam antrian saat ini yang menunggu di swab maupun menunggu hasil telah teratasi, maka Rorano menyarankan agar dua mesin TCM yang ada di RSUD Chasan Boesoerie di tempatkan di RS dukungan rujukan sesuai SK gubernur, sehingga daerah tidak lagi merujuk pasien rapid test ke Ternate untuk di swab.
Tapi bisa langsung di swab dan mendapatkan hasilnya di RS Tobelo, Labuha dan Sanana. Sementara RSUD Chasan Boesoerie hanya mengoperasikan mesin PCR yang kapasitas runningnya lebih besar (bisa 100 spesimen/hari).
Keempat, Rorano juga menyarankan agar ada pembagian penanganan pasien Covid19. Untuk kategori sedang berat atau pasien dengan komorbid yang butuh penanganan serius bisa dirujuk ke RSUD Chasan Boesoerie.
Sedangkan pasien dengan kategori sedang ringan atau OTG bisa dirawat atau dikarantina di setiap daerah yang ada RS dukungan. Ini jika disetujui ditetapkan melalui keputusan Gubernur.
Tujuannya, selain menghindari penumpukan di Ternate, juga bisa memberi waktu istirahat yang cukup bagi tenaga kesehatan karena hanya fokus pada pasien dengan ketegori sedang berat.
Kelima, khusus untuk Kota Ternate, agar penegakan diagnostik bisa cepat dan efisen maka semua kontak erat dengan pasien positif sebaiknya langsung diswab test. Rapid Test sebaiknya hanya dilakukan secara massal untuk fasilitas publik pada waktu tertentu saja.(red)