Home / Berita / Nasional

Dalam Jalankan Tugas, Wartawan Tidak Tunduk Pada UU Naker

17 Oktober 2021
Atal S Depari/ist

JAKARTA OT - Wartawan tidak tunduk pada Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) ketika melaksanakan tugas jurnalistik.

Hal itu ditegaskan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (Ketum PWI) Atal S Depari dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (17/10).

"Kami berpendapat, maksud UU Ketenagakerjaan adalah tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja melalui sertifikasi kompetensi kerja dari BNSP, sedangkan wartawan adalah sebuah profesi khusus yang diatur dalam UU Pers," tandasnya. 

Pernyataan Atal tersebut merupakan tanggapan terhadap anggapan para pemohon mengenai Dewan Pers melakukan praktik ultra vires, atau tindakan di luar batas kewenanga, dimana salah satu tindakan yang di luar batas, menurut para pemohon, adalah kewenangan Dewan Pers melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan. Kewenangan ini dianggap melanggar UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan karena yang berwenang menguji kompetensi wartawan adalah Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU Pers, yang dimaksud dengan wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Oleh karena itu, lanjut Atal,  UU Pers adalah lex specialis untuk profesi wartawan dan tidak bisa disamakan dengan tenaga kerja sebagaimana yang dimaksud dalam UU Ketenagakerjaan. 

Atal menilai,  ada terdapat kesesatan pemahaman pada para pemohon yang menyamakan profesi wartawan dengan tenaga kerja dan dengan demikian, yang benar adalah Uji Kompetensi Wartawan dilakukan oleh Dewan Pers, sesuai tugas dan fungsinya guna meningkatkan kualitas kewartawanan berdasarkan UU Pers.

"Apakah profesi dokter dan advokat dapat disamakan dengan tenaga kerja yang harus ikut sertifikasi BNSP? kan tidak, karena profesi dokter dan advokat adalah profesi khusus yang diatur masing-masing secara khusus (lex specialis) dalam UU Praktik Kedokteran dan UU Advokat," ujar Atal menambahkan.

Justru, Atal melanjutkan, para pemohon menundukkan diri secara sukarela sebagai tenaga kerja dengan mendirikan LSP untuk melaksanakan Sertifikasi Profesi Wartawan sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Sistem Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional. Para pemohon tidak layak lagi mengaku berprofesi sebagai wartawan karena menginginkan campur tangan BNSP untuk melakukan Sertifikasi Profesi Wartawan, karena profesi wartawan diatur khusus dalam UU Pers.

Menurut Atal, seharusnya para pemohon mengikuti keputusan Dewan Pers sebagai lembaga independen. Hal ini dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan melindungi kebebasan pers dari campur tangan pihak lain, termasuk campur tangan dari pemerintah sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers.

 (@by)


Reporter: Ikbal Bafagih
Editor: Fadli

BERITA TERKAIT