JAKARTA OT - Tahun ini hingga tahun depan, Indonesia diprediksi mengalami kekurangan ribuan tenaga guru di seluruh republik ini.
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menunjukkan, pada tahun 2020-2021 Indonesia diprediksi akan kekurangan sekitar 960 ribu guru.
Direktur Jenderal (Dirjen) Guru Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Iwan Syahril mengatakan, pada tahun 2020-2021, Indonesia diprediksi akan kekurangan sebanyak 960.000 guru di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu,, diharapkan, adanya perekrutan tenaga pengajar dan ini dilakukan tidak boleh sembarangan. “Guru yang mengajar perlu status Kepegawaian yang jelas serta kualitas yang baik. Guru honorer akan kami beri kesempatan mengikuti tes CPNS maupun PPPK. Mereka yang terdaftar di dapodik dan lulusan PPG yang berminat boleh ujian ini, dan kita bantu dengan bahan persiapan ujian. Ada kesempatan mengulang hingga 3 kali jika belum berhasil,” terang Iwan.
Merespon hal itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian meminta Kemendikbud terus melakukan berbagai terobosan untuk memenuhi kekurangan guru di Indonesia.
“Permasalahan manajemen guru hingga saat ini belum terselesaikan, antara lain masalah kekurangan guru, guru honorer dengan pendapatan yang kurang layak, serta ketidakjelasan kasus guru honorer K2. Ini harus kita prioritaskan,” ujarnya saat RDP dengan Dirjen GTK Kemendikbud, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB, Badan Kepegawaian Negara, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, serta Dirjen Anggaran Kemenkeu, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2020).
Menurutnya, masalah guru yang sudah mengabdi lebih dari sepuluh tahun, politisi Partai Golkar itu meminta Pemerintah tidak mengabaikan. Kemendikbud, perlu membuat mekanisme untuk mengapresiasi pengabdian jasa para pengajar yang lebih dari sepuluh tahun itu.
"Kami mengerti, Kemendikbud mengutamakan kualitas dengan merekrut guru dari lulusan-lulusan terbaik dan nilai ujian tertinggi, namun demikian, harus dipikirkan adanya kompensasi dan penghargaan bagi para guru honorer yang sudah lama mengabdi, namun belum dapat lolos seleksi,” jelas Hetifah.
Salah satu kendala kekurangan guru, lanjut dia, yakni koordinasi antara BKN dan BKD yang tidak aktif. "Saya sering dapat keluhan dari daerah bahwa BKD kurang proaktif dalam mendata dan menampung aspirasi dari guru honorer. Jika ditanya, mereka jawab hanya menunggu arahan pusat. Sebaiknya BKN lebih meningkatkan lagi pemantauan atas kinerja Badan Kepegawaian di daerah,” ujarnya.
Hetifah meminta adanya penggunaan teknologi untuk meningkatkan transparansi perekrutan guru dan tenaga kependidikan. “Ada tenaga honorer bodong yang tercatat, sementara banyak guru honorer asli yang telah mengabdi bertahun-tahun justru tidak tercatat karena kurang memiliki kedekatan dengan pihak-pihak tertentu. Saya harap ke depannya ini tidak terjadi, dan teknologi bisa dimanfaatkan untuk mengatasi itu,” pungkasnya.(it@)(@by)







