TERNATE, OT- Tim Penyelidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) tengah menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proses penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Maluku Utara.
Penanganan kasus itu berdasarkan 3 surat perintah penyelidikan, pertama Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara Nomor: PRINT- 133/Q.2/Fd.2/03/2024 tanggal 19 Maret 2024.
Kedua, Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara Nomor: PRINT- 134/Q.2/Fd.2/03/2024 tanggal 19 Maret 2024. Ketiga, Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara Nomor: PRINT- 135/Q.2/Fd.2/03/2024 tanggal 19 Maret 2024.
Puluhan IUP pertambangan yang diduga bermasalah tersebut, antara lain PT Alfa Fortuna Mulia, PT Halmahera Jaya Mining, PT Halmahera Sukses Mineral, PT Mega Haltim, PT Trimega Bangun Persada, PT Budhy Jaya Mineral, PT Karya Wijaya Blok I.
Kemudian, PT Kieraha Tambang Sentosa, PT Mineral Trobos, PT Getsemani Indah, PT Fajar Bakti Lintas Nusantara, PT Kemakmuran Intim Utama Tambang, PT Bela Kencana, PT Wana Kencana Mineral yang diterbitkan oleh Gubernur Maluku Utara.
Selanjutnya ada, PT Karya Siaga Blok 2, PT Karya Siaga Blok 1, PT Halim Pratama, PT Dewi Rinjani, PT Shana Tova Anugrah, dan CV Orion Jaya. Seluruh perusahan tersebut izinnya diterbitkan orang nomor satu di jajaran Pemerintah Provinsi Maluku Utara yang saat ini ditahan KPK atas kasus suap.
Dalam kasus ini tim penyelidik mulai melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak terkait. Salah satunya Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Maluku Utara, Bambang Hermawan, yang dipanggil, pada Selasa, (7/5/2024).
Bambang dipanggil berdasarkan surat panggilan dengan nomor B-345/Q.2.5/Fd.2/05/2024 yang ditandatangani Asisten Pidana Khusus, Ardian.
Kasi Penkum Kejati Maluku Utara, Richard Sinaga ketika dikonfirmasi mengatakan, dalam kasus itu tim penyelidik masih melakukan permintaan keterangan terhadap pihak-pihak yang terkait. “Iya benar, kasus itu masih proses permintaan keterangan,” jelasnya.
Sementara itu, Bambang Hermawan saat ditemui usai diperiksa Kejati, mengaku dia tidak mengetahui pasti soal dugaan IUP yang bermasalah, karena masih dalam tahap penyelidikan Kejaksaan.
“Ini tidak ada kaitannya dengan PTSP, dulu soal 27 IUP itu penandatanganan masih langsung oleh Gubernur. Nanti sekarang izin-izin baru melalui PTSP,” akunya.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Maluku Utara, Bambang Hermawan saat diminta keterangan usia menjalani pemeriksaan Tim Pidsus Kejati Malut. Selasa (7/5/2024).
Dia menambahkan, kehadirannya hari ini baru pertama kali dipanggil tim penyelidik soal masalah tersebut. “Informasinya masih pengumpulan data. Ini yang baru pertama saya hadir,” jelas Bambang.
Terpisah, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate, Muhammad Tabrani menegaskan, kasus jual-beli IUP ini harus dibongkar oleh Kejati, karena terkait dengan oknum-oknum pimpinan OPD yang mengobral IUP baik IUP eksplorasi maupun IUP Produksi.
Dia menjelaskan, kasak-kusuk soal obral IUP sudah lama tercium dan sudah menjadi rahasia umum di kalangan birokrasi Pemprov Malut.
Kalau merujuk pada aturan teknis yakni Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 3 tahun 2016. Yang telah diubah dengan peraturan Gubernur Maluku Utara Nomor 5 tahun 2018 tentang Pelimpahan Kewenangan di bidang perizinan kepada Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Maluku Utara, puluhan IUP yang diterbitkan kepada perusahaan-perusahaan tambang itu ada yang terbit ketika masih Pergub Nomor 3/2016 dan ada juga setelah Pergub perubahannya berlaku yakni Pergub Nomor 5/2018.
Dalam ketentuan-ketentuan tersebut, sebenarnya Pemberian Izin itu menjadi kewenangan Kepala DPMPTSP karena telah ada pendelegasian kewenangan Gubernur dilimpahkan kepada Kepala DPMPTSP yang mengurusi perizinan satu pintu.
Namun, dalam prakteknya di masa Gubernur AGK baik di periode yang pertama maupun periode kedua, IUP atau izin-izn tambang itu tidak mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Pergub Nomor 5/2018 maupun Pergub Nomor 3/2016. Karena biasanya oknum kepala-kepala OPD terkait, langsung melakukan by pass tanpa melalui Kepala DPMPTSP. Tapi langsung ke meja AGK sebagai Gubernur waktu itu.
Tindakan oknum-oknum itu, lanjut Tabrani, jelas perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pergub Nomor 5/2018 dan Pergub Nomor 3/2016. Oleh karena itu, Penyelidik Kejati harus memeriksa mantan-mantan kepala OPD terkait dengan tambang dan lingkungan hidup untuk dimintai keterangan.
"Dari pemeriksaan yang menyeluruh itu, baru pihak Kejati dapat menemukan modus operandi para mafia mengobral IUP-IUP itu," timpalnya.
Dia berpendapat, pemeriksaan ini menjadi momentum bagi kejati, karena saat ini pihak Pemprov sedang digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon oleh beberapa perusahaan tambang.
“Dari berbagai persoalan ini menunjukan bahwa dalam tahapan penerbitan IUP oleh Pemprov, banyak masalahnya dan patut diduga ada indikasi pelanggaran hukum suap-menyuap di situ. Publik dalam hal ini mendukung Kejati membongkar kasus ini sampai tuntas,” tutupnya.
(ier)