TERNATE, OT - Front Mahasiswa Sula mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara segera mengevaluasi kinerja Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula.
Desakan itu disampaikan sejumlah mahasiswa saat menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara. Kamis (6/6/2024).
Mereka menilai Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula diduga turut melindungi tersangka lain dalam korupsi anggaran Covid-19 Kepulauan Sula.
Pasalnya, anggaran tersebut bersumber dari Belanja Tidak Tetap (BTT) untuk pengadaan alat kesehatan senilai Rp5 miliar.
Kordinator lapangan (Korlap) M. Dani Buamona dalam orasinya menyampaikan, masih menjadi masalah besar yang belum bisa ditangani oleh lembaga yang berwenang sehingga korupsi selalu menjadi budaya para koruptor, padahal bisa dilihat bahwa korupsi adalah perbuatan yang merugikan negara.
Kata dia, masyarakat menaruh kepercayaan pada penegak hukum agar bisa mengadili para koruptor dan menjerat mereka ke hukuman yang sepantasnya diterima biar jadi efek jera buat yang lain.
Dia membeberkan, kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula, adalah anggaran penanganan covid 19 yang bersumber dari anggaran BTT.
"Oknum anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Sula, Lasidi Leko diduga kuat telah terlibat jauh ke dalam pengadaan Alkes senilai Rp5 miliar ini padahal tidak ada kapasitasnya dalam proyek kesehatan dan ini terjadi karena kedekatannya dengan kekuasaan daerah," ujar Dani dalam orasinya.
Menurut Dani, dugaa itu dibuktikan bahwa yang bersangkutan telah dipanggil penyidik Kejari Kepulauan Sula sebanyak 2 (dua) kali untuk dimintai keterangan terkait perkara korupsi pengadaan Alkes.
"Barang pengadaan bukannya diserahkan ke gudang Dinkes Kepulauan Sula supaya dibagi-bagi ke masyarakat dalam upaya pencegahan virus Covid-19, justru ditampung di gedung sekretariat Partai PBB (Partai Bulan Bintang) yang mana Lasidi Leko, sebagai Ketua Partai PBB," katanya.
Hingga kasus korupsi ini diperiksa Kejaksaan sambung dia, barangnya baru didatangkan setelah ada temuan BPK Provinsi. Semua proses administrasi proyek dikawal oleh Lasidi Leko.
"Hingga proses pencairan 100 persen dilakukan sendiri di Bank Maluku Utara padahal yang bersangkutan bukan direktur PT. HAB Lautan Bangsa yang berkantor di Makassar," timpalnya.
Dani menuturkan, saksi kunci Plt. Kepala Dinas Kesehatan, Baharuddin Sibela TA. 2021 menyatakan kalau Lasidi Leko, memintanya untuk menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) 100 persen padahal fisik barangnya tidak ada di gudang farmasi Dinkes Kepulauan Sula.
Dikatakan, fungsi di DPRD untuk mengawasi eksekutif menggunakan uang rakyat dalam proses pembangunan justru tidak dijalankan, malah ikut bermain proyek fiktif untuk memperkaya diri sendiri dan kroni-kroninya.
"Dana BTT bisa dipergunakan untuk menjawab masalah kedaruratan dengan dikeluarkan Peraturan Bupati (Perbup), sesuai mekanisme penggunaan Dana BTT dan pencairannya dapat dilakukan apabila ada disposisi dari Kepala Daerah, setelah melalui tahapan yang benar," tukasnya.
Olehnya itu, para mahasiswa Sula hadir untuk meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara agar sesegera mungkin tangkap dan tetapkan Lasidi Leko sebagai tersangka kasus korupsi BTT di Kepulauan Sula. "Kami juga menilai pihak Kejari Sula turut melindungi oknum korupsi BTT di Kepulauan Sula," pungkasnya.
(ier)