TERNATE, OT - Tersangka kasus dugaan korupsi anggaran makan minum (Mami) dan perjalanan dinas Wakil Kepala Daerah (WKDH) Maluku Utara tahun 2022, akhirnya buka suara.
Tersangka dengan inisial M.S. alias Syahrastani menyebutkan bahwa dirinya sebetulnya menjadi tumbal dalam kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara ini.
Pasalnya, dirinyalah yang berani membongkar kejahatan korupsi di Sekretariat Wakil Gubernur M. Al-Yasin Ali, pada tahun 2022, karena diduga anggaran ini dinikmati M. Al-Yasin sekeluarga.
Syahrastani kepada sejumlah awak media menjelaskan, perkara korupsi Mami dan perjalanan dinas WKDH mulai diusut karena dirinya berani membongkar kasus ini dihadapan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.
Dia mengungkapkan bahwa kasus ini bermula saat Wakil Gubernur M. Al-Yasin Ali hendak laksanakan perjalanan dinas, akan tetapi anggaran sudah tidak cukup. Membuat Al-Yasin geram dan menuduhnya gelapkan anggaran.
"Bulan Oktober 2022, saat itu Wagub mau melakukan perjalanan dinas luar daerah, kemudian saya menyampaikan bahwa anggaran perjalanan dinas sudah tidak cukup lagi untuk dibayar," kata Syahrastani, pada Rabu (21/5/2025).
Syahrastani juga menyampaikan bahwa apabila dipaksakan maka perjalanan dinas akan menggunakan anggaran pribadi, dimana penggantian dananya akan dicairkan pada saat anggaran perubahan APBD 2022 nanti.
Namun, lanjutnya hal itu membuat Wagub M. Al-Yasin kesal dan menghubungi bagian anggaran BPKAD Malut, untuk meminta laporan realisasi anggaran WKDH tahun 2022.
"Setelah mendapatkan laporan dari bagian anggaran BPKAD, Wagub lalu menuduh saya telah menggelapkan anggaran makan minum dan perjalanan dinas pada sekretariat wakil Gubernur Maluku Utara senilai 1,3 M," ujarnya.
Lebih lanjut, Syahrastani mengaku bahwa tuduhan itu Wagub sampaikan kepada Inspektorat Provinsi Maluku Utara dan media cetak serta online yang ada di Provinsi Maluku Utara.
"Jadi tanpa dasar yang kuat Wagub sudah berkoar-koar di media dan menyatakan secara terang-terangan, bahwa saya menggelapkan dan mencuri anggaran tersebut," kata Syahrastani.
Atas tuduhan itu, Syahrastani mengaku tidak terima kemudian meminta hak jawab dan mengklarifikasi tuduhan tersebut kepada sejumlah media yang memuat berita itu.
"Saya menyampaikan bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan saya juga bersedia untuk membongkar dan mengklarifikasi semua hal terkait penyimpangan yang terjadi di dalam sekretariat Wakil Gubernur Maluku Utara," tegas Syahrastani yang kini menjadi tersangka tunggal pada kasus tersebut.
Selain itu, Syahrastani atas persoalan ini maka terhitung sejak 1 November 2022 dirinya diberhentikan dari Bendahara Pengeluaran Pembantu Wakil Gubernur dan digantikan oleh Saudara Idham. Kemudian dirinya dimutasikan ke Kantor UPTD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara Cabang Kabupaten Pulau Taliabu (daerah terluar dan terpencil) sampai dengan saat ini.
Syahrastani juga membeberkan bahwa berdasarkan berita klarifikasi itu, oleh pihak Kejaksaan Tinggi Malut memanggil dirinya untuk permintaan klarifikasi atas berita yang dimuat pada media cetak dan media online.
"Saya datang memenuhi undangan tersebut untuk memberikan keterangan mengklarifikasi secara jelas. Saat itu juga saya berpikir, apabila perkara ini ditangani pihak Kejaksaan Tinggi Maluku Utara akan lebih Fair dan adil," ujarnya.
Kata dia, karena yakin kepada pihak Kejaksaan Tinggi Maluku Utara bisa adil dalam menangani dugaan korupsi pada kasus ini, Syahrastani langsung menjelaskan duduk perkara kasus ini dengan terperinci, sehingga masalahnya menjadi lebih terang benderang.
Sejak saat itu, sambung Syahrastani kasus dugaan tindak pidana korupsi makan minum dan perjalanan dinas pada WKDH mulai diproses oleh Kejati Maluku Utara mulai dari tahap permintaan klarifikasi naik penyelidikan hingga ke tahap penyidikan,
"Jadi posisi saya saat itu sebagai saksi pelapor. dan saat menjadi saksi pelapor saya sangat kooperatif dan sangat membantu pihak Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dalam hal memberikan keterangan dan alat bukti sedetail mungkin agar bisa mengungkap otak pelaku dari kasus korupsi anggaran mami ini," terangnya.
Bahkan, Syahrastani menyebut bahwa penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku Utara memberikan predikat dirinya sebagai "Wistle Blower" atau orang yang mengungkap kejahatan, karena membantu mengungkap masalah tersebut.
Dia juga membeberkan bahwa saat kasus ini mulai diusut, sejumlah saksi yang diperiksa serta alat bukti baik dokumen, rekaman suara percakapan telepon, percakapan teks whatsapp dan bukti lainnya, terkonfirmasi semua sesuai dengan apa yang dirinya sampaikan dihadapan penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.
"Jadi semua terkonfirmasi bahwa terjadi penyimpangan penggunaan anggaran yang diperintahkan Wagub M. Al-Yasin Ali, istrinya dan anaknya," bebernya.
Namun, Syahrastani heran dan merasa aneh, setelah dua tahun lebih sejak Oktober 2022 hingga April 2025, tepatnya pada tgl 15 April 2025 dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.
Disebutkan bahwa dirinya disangkakan dengan sangkaan primair melanggar pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah uu no 20 tahun 2001, subsider pasal 3 jo. Pasal 18 uu nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU no 20 tahun 2001.
"Diposisi ini, saya terpukul dan bertanya apakah ini yang namanya keadilan? padahal kasus ini, saya yang membongkar dan membuat menjadi terang benderang," katanya bernada kesal.
Lanjut Syahrastani lagi, bahwa berarti posisi dirinya yang disebut oleh Kejati Maluku Utara sebagai Whistle Blower hanya menjadi isapan jempol belaka. Sebab saat ini dirinya sudah dijadikan tersangka atas perkara yang dirinya berani ungkap dihadapan penyidik.
"Saya sepertinya dijadikan tumbal, karena bukankah saya yang disebut sebagai "Whistleblower" harusnya mendapat perlindungan karena membongkar dugaan korupsi yang dilakukan oleh orang nomor dua di provinsi Maluku Utara saat itu beserta istri dan anaknya," katanya dengan nada bertanya.
Dia lantas menegaskan mengapa orang yang memberi perintah dan menikmati uang hasil korupsi dalam hal ini M. Al-Yasin Ali dan Isteri beserta anak mereka tidak ditetapkan sebagai tersangka ?
Selain itu, Syahrastani juga menjelaskan bahwa padahal menyangkut ini sudah sangat jelas dalam pasal 51 KUHP menyebutkan orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak boleh dipidana, ini juga sesuai pada pasal 10 ayat (1) UU No. 13 tahun 2006 menyatakan saksi, korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang dan telah diberikannya.
Bahkan sejalan dengan itu pasal 15 UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi menyatakan bahwa, KPK berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang telah menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.
Dia juga menyayangkan, karena jika hal ini terus terjadi, maka orang yang mengetahui tindak pidana korupsi d lingkungan sekitar/ tempat mereka bekerja, tidak akan berani melaporkan jika terdapat indikasi korupsi, karena takut nasibnya akan seperti saya, yang saat ini dijadikan tersangka,
"Jika sudah seperti ini maka Provinsi Maluku Utara kapan bisa bebas dari permasalahan korupsi, karena orang yang berniat mengungkap saja dijadikan tersangka oleh pihak penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Maluku Utara," pungkasnya.
Sebagai informasi, bahwa kasus dengan kerugian keuangan negara berdasarkan hasil audit BPK RI, sebesar Rp. 2 miliar lebih dari total amggaran sebesar Rp. 13.839.254.000.
Sebelumnya tim penyidik, secara resmi telah menetapkan M.S alias Syahrastani, selaku Bendahara pengeluaran sebagai tersangka, ini berdasarkan surat perintah penetapan tersangka Nomor: Print-588/Q.2/Fd.2/04/2025.
Dalam penyidikan kasus ini, mantan Wakil Gubernur Maluku Utara M. Al Yasin Ali beserta istrinya Muttiara T. Yasin dan anak mereka, serta Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Utara Samsudin Abdul Kadir dan lainnya sudah diperiksa.
(ier)