Home / Indomalut / Halteng

Proyek peningkatan Jalan Lapen ke Hotmix di Kecamatan Weda Tengah Tak Kunjung Selesai

07 Juli 2020
Salah satu ruas jalan yang dikerjakan oleh CV Garolaha Utama

HALTENG,  OT- Proyek peningkatan Jalan Lapen ke Hotmix di Desa Lelilef Woebulen-Lelilef Sawai, Kecamatan Weda Tengah yang dikerjakan oleh CV. Garolaha Utama diduga bermasalah, karena pekerjaan tak kunjung selesai.

Pekerjakan proyek itu berdasarkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) Nomor : 002/SPMK/JLN – DAU/DPUPR-HT/VII/2019 tanggal 25 Juni 2019 hingga 7 Juli 2020, tapi sampai Juli 2020 belum juga tuntas.

Humas Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Halteng, Rosihan Anwar mengatakan, peningkatan jalan lapen ke hotmix di jalan Lelilef menghabiskan anggaran sekitar Rp 4 miliar.

“Sejak Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) diterbitkan, sampai sekarang baru terlihat penimbunan LPB di ruas jalan SMK N 2 Halteng berkisar 300 meter,  Sementara diruas jalan lainnya seluruh permukaan jalan belum dilakukan penimbunan sama sekali, sehingga menampakkan lubang yang dipenuhi genangan air dan berlumpur,” ujar Rosihan. 

Menurutnya, pekerjaan yang mestinya diselesaikan pada tahun 2019 lalu juga mendapat sorotan dari masyarakat, sehingga dengan dasar itu, CV Garolaha Utama dilayangkan surat teguran sebanyak tiga kali dari Dinas PUPR guna menindak lanjuti surat teguran kedua Nomor : 600/39/TGR-1/DPUPR-HT/X/2019, perihal teguran kedua terkait keterlambatan pekerjaan di lapangan.

"PUPR melalui PPK Jati Brono terlalu patuh dan tunduk kepada pihak kontraktor tersebut. Padahal CV. Garolaha Utama dinyatakan tidak memiliki kelengkapan pekerjaan jalan lapen dan hotmix, namun PPK tetap saja memberikan kesempatan kepada kontraktor yang sudah tiga kali mendapat surat teguran untuk kembali menyelesaikan proyek tersebut," katanya.

Lanjutnya, pihaknya sangat kecewa dengan sikap Dinas PUPR Pemkab Halteng yang terkesan acuh tahu dengan kondisi jalan itu. 

"Mungkin ada permainan antara Dinas PUPR dengan kontraktor terkait proyek tersebut," cetusnya. 

Menurutnya, PUPR harus harus tegas, jika kontraktornya tidak bertanggung jawab maka harus diproses sesuai Undang-undang yang berlaku. Dinas PUPR tidak boleh tunduk dengan kontraktor, harus disikapi secara serius supaya hal seperti itu tidak terjadi lagi. 

Rosihan mengaku, masyarakat dan DPRD Halteng sudah sering meyuarakan hal itu, namun tidak ditindak lanjuti oleh Dinas PUPR Halteng.

“Masyarakat dan DPRD sudah beberapa kali menyuarakan itu, namun tidak digubris oleh Dinas PUPR, bahkan masih memberikan kesempatan pada pihak kontraktor untuk pekerjaan jalan tersebut,” ujar Rosihan, Selasa (7/7/2020)

Sementara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Lapen dan Hotmix Dinas PUPR, Jati Brono mengaku, kemarin pihak kontraktor telah meminta perpanjang waktu kerja sampai akhir Juli 2020 melalui surat pernyataan, jika akhir juli tak diselesaikan maka kontrak akan diputuskan.

Terkait tidak ada AMP, kata dia, bahwa dalam pernyataan pihak kontraktor berencana melobi salah satu AMP di desa Yeke untuk digunakan.

“Pihak kontraktor masih lobi-lobi salah satu AMP di desa Yeke Kecamatan Weda Timur untuk melanjutkan pekerjaan yang baru dilakukan pada bulan Juli 2020 ini. Jika tidak diselesaikan seperti yang disepakati, maka kami putuskan kontrak kerja,” terang Jati Brono.(red)


Reporter: Supriono Sufrin

BERITA TERKAIT