LAMPUNG, OT - Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menyelenggarakan kegiatan APEKSI Outlook: 2026 dengan tema sentral "Kota Kita Bisa Apa?, di Kota Bandar Lampung.
Pertemuan akhir tahun para Wali Kota se-Indonesia ini merupakan agenda tahunan untuk menyikapi berbagai perkembangan dan situasi terkini: tantangan fiskal daerah, kebencanaan, penguatan kapasitas dan sinergi dalam menyongsong tahun 2026.
Wali Kota Ternate yang juga selaku Wakil Ketua Dewan Pengurus Pusat APEKSI, Dr H M Tauhid Soleman turut memberikan sambutan pada agenda ini.
Dalam sambutannya, Wakil Ketua Dewan Pengurus Pusat APEKSI Dr H M Tauhid Soleman menyatakan, agenda ini bukan bukan untuk sekadar menutup agenda tahunan, melainkan untuk merenung bersama.
"Refleksi ini bukan catatan administratif, melainkan perenungan kolektif kota-kota di Indonesia: tentang apa yang telah kita lalui, dan ke mana kita dalam berupaya menyongsong masa depan," kata Tauhid.
Menurutnya, secara internal, kota-kota di Indonesia yang tergabung dalam APEKSI dihadapkan pada tuntutan yang terus meningkat: "bagaimana kita mampu menyediakan dan menjaga kualitas layanan publik, menghadapi perubahan iklim beserta risiko kebencanaannya, serta membaca dinamika social ekonomi yang bergerak sangat cepat," tuturnya.
Dikatakan Tauhid, Pemerintah kota dituntut untuk selalu adaptif, inovatif, dan responsif, bahkan dalam keterbatasan. Namun pada saat yang sama, secara eksternal, tantangan juga datang dari luar kewenangan: keterbatasan ruang gerak kota, kapasitas fiskal, arah kebijakan publik, hingga dampak dinamika geopolitik global yang semakin terasa hingga ke level lokal.
Di tengah situasi tersebut, lanjutnya, APEKSI memandang penting untuk menegaskan beberapa pokok pikiran fundamental sebagai pondasi optimisme dalam menatap tahun yang akan datang.
Pertama, kebijakan harus diperkuat dengan pendekatan teknokratis yang berpijak pada konteks lokal : Dalam banyak isu strategis, sering kali mendengar narasi kebijakan yang disederhanakan, digeneralisasi, seolah seluruh kota memiliki karakter, kapasitas, dan tantangan yang sama.
"Padahal kita memahami bersama, kota pesisir, kota industri, kota pariwisata, kota pendidikan, hingga kota dengan keterbatasan fiskal, menghadapi realitas yang sangat berbeda," beber Tauhid.
Generalisasi ini disadari atau tidak, perlahan menjadi mantra yang mempersempit ruang gerak pemerintah kota. Ruang untuk berinovasi, menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan warga, dan merespons dinamika lokal menjadi semakin terbatas. Padahal justru di tingkat kota, kebijakan bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Kedua, Pemerintah Kota harus berani membedah dampak dari inkonsistensi kebijakan : "Kita memahami bahwa penyesuaian kebijakan adalah bagian dari dinamika pemerintahan. Namun ketika proyek-proyek strategis di wilayah kota mengalami perubahan arah, penundaan, atau bahkan terhenti, dampaknya tidak berhenti pada proyek tersebut semata," terangnya.
Pemerintah kota, sambung Tauhid, telah menyiapkan ruang, menata wilayah, mengelola dampak sosial, serta menyesuaikan perencanaan pembangunan. "Ketika ketidaktuntasan terjadi, manfaat yang diharapkan tidak sepenuhnya hadir, sementara beban lingkungan, sosial, dan tata ruang justru ditanggung oleh kota dan warganya. Ini bukan sekadar persoalan proyek, melainkan masalah kemanfaatan publik dan keadilan Pembangunan," ungkapnya.
Ketiga, ini bukan ruang untuk mengeluh, melainkan ajakan untuk memperkuat dialog dan kepercayaan antar level pemerintahan : Kota tidak sedang meminta keistimewaan. APEKSIA hanya berharap agar keragaman konteks diperhitungkan dan konsistensi kebijakan dijaga.
"Kami percaya, pembangunan nasional yang kuat justru bertumpu pada kota-kota yang diberi ruang untuk bekerja secara kontekstual, bertanggung jawab, dan berbasis data," kata Tauhid.
"Di tengah berbagai keterbatasan, satu hal yang terus menguatkan kita adalah solidaritas antar kota. Sepanjang tahun ini, kita menyaksikan kota-kota saling menopang dalam penanganan bencana, penguatan layanan publik, hingga berbagi praktik baik," sebut Tauhid.
Dalam sambutannya, Wakil Ketua Dewan Pengurus Pusat APEKSi, Dr H M Tauhid Soleman yang juga selaku Wali Kota Ternate turut mengajak semua anggota APEKSI untuk bersinergi membangun solidaritas untuk warga di Sumatra dan Aceh yang sedang tertimpa musibah.
Dia juga mwngajak semua komponan bangsa untuk menjaga alam. "Jika kita gagal memperlakukan bumi sebagaimana kita memperlakukan ibu kita sendiri, maka kita akan kehilangan kesempatan merasakan kehangatan pelukannya. Alam selalu jujur dalam memberi teguran. Berbagai musibah harus menjadi muhasabah bersama, agar pembangunan ke depan lebih bijak, lebih berkelanjutan, dan lebih manusiawi," terangnya.
Otonomi Daerah sebagai buah reformasi harus terus dijaga bukan sebagai oposisi, melainkan sebagai mitra strategis yang membawa pengalaman lapangan, pembelajaran nyata, dan suara dari 98 kota di Indonesia.
"Menatap tahun 2026, APEKSI berkomitmen untuk terus mendorong pembangunan yang lebih teknokratis, berbasis data, dan sensitif terhadap konteks lokal. Kami percaya, ketika kota diberi kepercayaan dan kepastian kebijakan, maka kota akan bekerja lebih efektif untuk warganya dan pada akhirnya, untuk Indonesia," harapnya.
Di akhir sambutannya, Wali Kota Ternate mengajak semua pihak untuk menjadikan Outlook APEKSI tahun ini sebagai ruang refleksi sekaligus ruang harapan. "Di tengah tantangan yang semakin kompleks, kolaborasi, konsistensi, dan saling percaya adalah kunci agar kota-kota tetap menjadi fondasi kokoh pembangunan nasional," pungkas Wali Kota Ternate.
Sebagaimana diketahui, APEKSI Outlook tahun ini dipusatkan di Kota Bandar Lampung, dengan sejumlah agenda diantaranya :
- Mayors Talk, dialog tertutup sebagai refleksi 2025 sesama Wali Kota
- Sarasehan Istri Wali Kota
- Pidato Akhir Tahun
- Begawi Jejama Warga & UMKM
- Solidaritas Musibah Sumatra
(fight)







