SULA, OT - Pengerukan pasir sungai di Desa Waibau Kecamatan Sanana, Kepulauan Sula, dikhawatirkan berdampak pada kerusakan lingkungan.
Informasi yang dihimpun indotimur.com, dari Kuswandi Buamona salah satu warga Desa Waibau, mengaku, di lokasi pengerukan terdapat lima lubang besar berukuran puluhan meter bekas pengerukan.
Warga menduga pasir dari sungai tersebut diangkut untuk menimbun reklamasi pantai Fatcei-Falahu.
Kepada indotimur.com, Kuswandi menyatakan, sedikitnya dalam sehari ada 6 sampai 10 unit truk keluar masuk mengangkut pasir di lokasi tersebut.
"Setiap hari ada sekitar 6 sampai 10 truk berlalu lalang keluar masuk desa kami sehingga warga berfikir praktik pererusakan lingkungan ini sengaja dibiarkan oleh pihak-pihak terkait," kata Kuswandi.
Dia menyebut, praktek pengerukan itu sangat berbahaya bagi rumah warga, karena jaraknya yang sangat dekat dengan desa.
"Kegiatan ini berpotensi merusak lingkungan hidup, dan juga warga yang rumahnya bersebelahan dengan sungai mulai merasa takut disaat musim hujan begini, apa lagi ditambah dengan banjir perlahan-lahan tanah yang dimiliki warga terkikis dan terbilang habis," ujarnya.
Kuswandi yang juga Direktur SEL-Kepsul (Sosial-Ekologi Kepulauan Sula) itu, menegaskan. Penggarukan pasir sungai di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Waibau tersebut diduga tanpa izin atau ilegal, karena tidak ada papan proyek, dan membuat resah warga.
"Karena aktivitas penambangan liar itu, banyak jalan yang menjadi rusak, bahkan dikhawatirkan terjadi penurunan kualitas tanah yang akan menyebabkan terjadinya erosi dan pendangkalan sungai atau sedimentasi," terangnya.
Kuswandi menilai, pekerjaan ini bertentangan dengan pasal 35 (i) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berbunyi, “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap Orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan atau pencemaran lingkungan dan atau merugikan Masyarakat sekitarnya.
Sebagai bentuk protesya, Kuswandi telah menahan satu unit truk yang beroperasi dan meminta agar praktek pengerukan tersebut segera dihentikan.
"Saya sudah tahan satu truk sebagai bentuk protes dan meminta pemerintah daerah untuk segera menghentikan semua proyek tersebut, dan meminta kepada aparat hukum menindak tegas para pelaku perusakan lingkungan," tegasnya.
Hingga berita ini dipubllish, indotimur.com, belum mendapat keterangan resmi dari pihak kontraktor. (red)