Home / Opini

Untuk Menghindari Gejolak, Presiden Harus Segera Cegah Revisi RUU KPK

Oleh: Helmi Alhadar (Dosen Ilmu Komunikasi UMMU)
07 September 2019
Helmi Alhadar

REVISI rancangan UU (RUU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ingin dilakukan DPR diakhir masa jabatan mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan. Hal ini dianggap oleh berbagai pihak sebagai bentuk pelemahan terhadap wewenang KPK dalam pemberantasan korupsi.

Memang masyarakat pantas kecewa, mengingat revisi RUU nomor 30 tahun 2002 ini sudah lama menjadi target dari DPR untuk segera direvisi, padahal begitu banyak UU yang seharusnya lebih urgen untuk segera diselesaikan oleh dewan. Apalagi terkesan niat revisi RUU KPK dilakukan dengan cara senyap dan disetujui oleh semua fraksi tanpa terkecuali.

Sebelumnya di masa Susilo Bambang Yudoyono (SBY) rencana revisi oleh DPR yang mendapat perlawanan dari masyarakat segera mendapat respon dari SBY dengan langsung membtalkannya. Sementara di masa Jokowi, niat revisi oleh DPR pada tahun 2017 lalu hanya ditunda, dan kini niat tersebut ingin direalisasikannya.

Untuk itu, sudah sepantasnya presiden segera mencegah niat revisi RUU tersebut sebelum semuanya menjadi terlambat akibat keresahan masyarakat dalam masalah ini. Apabila masalah ini tidak segera dislesaikan oleh Jokowi, maka masyarakat akan menganggap presiden tidak komitmen dengan pemberantasan korupsi. Sehingga dikhwatirkan kekecewaan ini bisa memicu aksi demonstrasi dari berbagai kalangan untuk menolak niat DPR tersebut, dan berpotensi aksi tersebut menyerupai aksi di Hongkong.

Dimana para aktivis menolak UU extradisi yang tengah dirancang oleh pemerintah Hongkong yang membolehkan warga Hongkhong di extradisi ke Cina. Setelah gelombang aksi yang terus membesar dengan waktu yang lama, baru akhirnya pemerintahan Carrie Lam mencabut rancangan UU tersebut.

Tapi hal itu tidak serta merta membuat gelombang demonstrasi berhenti, namun para aktivis tetap berkomitmen untuk melakukan aksi selanjutnya mengingat belum semua tuntutan dari para aktvis terpenuhi. Untuk itu, Jokowi sudah harus tegas mengantisipasi semua ini sebelum menjadi terlambat.

Apalagi sebelumnya juga sudah ada aksi penolakan atas hasil kerja Timsel terhadap 10 nama Capim KPK terpilih diajukan ke Jokowi yang dianggap tidak pro pada pemberantasan korupsi. Belum lagi masalah Novel Baswedan yang belum terslesaikan. Sehingga masalah keberadaan KPK terkesan sepertinya tidak disambut oleh semua lembaga sebagaimana komitmen kita memberantas korupsi.

Dengan banyaknya persoalan yang tengah kita hadapi sekarang ini, maka sepntasnya presiden harus segera mempelajari dan mengambil langkah arif untuk masalah ini agar tidak blunder.(red)


Reporter: Fauzan Azzam

BERITA TERKAIT