Home / Opini

Segi Tiga Rumah Wallace

Oleh : Alwi Sagaf Alhadar
16 September 2019
Alwi Sagaf Alhadar

Ibarat suatu kontestasi sengit, yang kemudian akan berproses menuju fase seleksi, nominasi, hingga berujung pada determinasi.

Penentuan "Rumah Wallace" di Ternate saat ini nampaknya mengikuti alur yang saya sebut di atas.

Apakah harus begitu?

Ya, sebab faktanya memang demikian.  Awalnya di kawasan kelurahan Soa Sio (Jl. Sultan Baabullah), kemudian berpindah tempat ke arah tengah kota  di kelurahan Santiong (ex Jl. Nuri lalu berubah nama Jl. Alfred Russel Wallace dan sekarang Jl. Djuma Puasa).  Lantas yang terakhir di Jl. Pipit, masih di kelurahan yang sama. Kedua 'rumah terakhir' - yang masuk nominasi - ini berjarak sekitar 100an meter.

Saya justru lebih suka gunakan istilah "segi tiga sama kaki" saat mengamati fenomena ini.

Menurut saya, dugaan Rumah Wallace di Soa Sio sudah terbantahkan lewat tulisan Alfred Russel Wallace dalam bukunya, The Malay Archipelago. Ia sebut di belakang rumahnya terdapat sebuah sumur yang dalam (deep well). Sedangkan (dugaan) Rumah Wallace di kawasan SoaSio, "sangat" dekat dengan pantai. Otomatis sumur di wilayah itu pasti dangkal.

Mari kita kembali ke istilah ilmu ukur yang saya sebut di atas. Artinya, kerucut segi tiga teratas sudah terbantahkan. Yang tersisa hanya sama kaki, yaitu dua unit rumah di kelurahan Santiong. Rumah di Jl. Djuma Puasa atau di Jl. Pipit.

Kita tau bersama nama- nama jalan di kawasan Santiong hampir sebagian besar bernama burung. Ada jalan Kakatua, Nuri, Kutilang, Pipit, dll. Apakah ini berkaitan dengan pernah menetapnya Wallace di kawasan itu?  Menurut saya perlu ada riset tersendiri.

Kembali ke proses penentuan Rumah Wallace. Janganlah dilakukan layaknya pemilihan Indonesia Idol, Liga Dangdut, serta  kontes lainnya yang hanya berdasar pada faktor like and dislike semata.  Tapi harus melalui  kaidah ilmiah yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. (red)


Reporter: Redaksi

BERITA TERKAIT