Home / Opini

LAUT DALAM PERHELATAN POLITIK (Sepotong Catatan Soal Natuna)

Oleh : Ikbal Buamona, S.Pi Alumni Fakultas Perikanan
13 Januari 2020
Ikbal Buamona, S.Pi Alumni Fakultas Perikanan

KITA barangkali masih sedikit mengingat pernyataan menarik Amartya Sen seorang peraih Nobel ekonomi dari India yang tidak ragu menyebut demokrasi sebagai solusi bagi masalah kemiskinan dan kelaparan yang menjadi masalah di banyak Negara. Sen dengan gamblang menyatakan demikian, semacam memberikan sepotong catatan kepada kita semua untuk kembali menelaah substansi dari sistem demokrasi yang sesungguhnya. Terlebih Indonesia sebagai bangsa yang sepenuhnya menganut sistem demokrasi. Idealnya dalam sistem demokrasi, Indonesia di kenal dengan Negara kesatuan yang berbentuk Republik, frasa demikian maka secara filosofis laut menjadi jati diri bangsa Indonesia. Hal demikian dapat dilihat dari aspek penyelenggaraan pemerintahan laut sangat memiliki peran yang sangat signifikan, dalam arti bahwa seluruh konteks pelayanan publik menjadikan laut sebagai akses penghubung agenda publik.

Dalam berbagai ruang, wacana yang kita jumpai belakangan ini sesungguhnya memberikan penanda bahwa laut semakin dijadikan sebagai sumberdaya yang agak seksi untuk di perbincangkan pada rezim pemerintahan Jokowi. Isu tentang membagun sektor kelautan saat ini telah menjadi trand global. Nyaris semua negara dunia terutama negara Cina, Amerika dan negara Benua Biru atau Uni Eropa riuh membangun diskursus-diskursus kebijakan di dunia kelautan. Pentingnya membangun diskursus tentang kelautan ternyata memberikan penanda bahwa kiblat ekonomi dunia kini secara gradual mulai bergeser dari poros ekenomi atlanik (Amerika dan Uni Eropa) ke poros ekonomi pasifik (Asia). Oleh karenanya, fenomena pergeseran kiblat ekonomi ini tentu tidak dianggap sebagai peluang pada satu ujung, dan diujung lain sebagai ancaman bagi Indonesia.

Sungguh menarik tentunya jika narasi tentang kelautan kembali di perbincangkan, tersebab narasi kelautan telah lama tenggelam dalam arus kepentingan geopolitik dunia. Setelah sekian lama tenggelam, memoar menemukan bangsa kelautan itu kini tengah dibangkitkan oleh Presiden Joko Widodo. Namun tak dipungkiri, kalau jauh sebelumnya terdapat pula banyak catatan yang bisa kita jumpai jika diskursus menjadikan sektor kelautan sebagai sektor primadona pertumbuhan ekonomi sudah berlangsung sejak lama, sebagai misal diera kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid era dimana Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan terbentuk. Era laut tak lagi dipunggungi. Konsepsi besar poros maritim yang unggul di laut tentu tidak sekedar mengembalikan indentitas bangsa indonesia sebagai bangsa pelaut, atau tidak melulu memuji kalau nenek moyang kita seorang pelaut, tetapi lebih pada kembali menatap masa depan. Bila perlu, laut dijadikan jalan hidup (way of life) demikian tulisan Arif Satria pada karyanya Politik Kelautan dan Perikanan.

Meskipun secara jujur kita katakan bahwa cukup berat untuk membangkitkan kembali, namun visi besar ala pemerintahan Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai “Poros Maritim Dunia” nampaknya membawa resonansi baru bagi pembangunan di sektor ekonomi, terutama pembangunan didunia kelautan dan perikanan. Ya, poros maritim dunia yang dipertalikan dengan konsepsi “membangun industri perikanan terpadu” belakangan telah di letakkan di laut natuna sebagai titik kordinat baru pembangunan wilayah laut yang coba diperebutkan oleh Negara – Negara benua biru. Namun perebutan wilayah laut natuna justru memberikan peluang kepada Indonesia bahwa sektor kelautan telah begitu kuat mengkonfirmasikan kalau pergeseran paradigma dari pembangunan yang lebih mendewakan sektor daratan kini telah berbalik ke sektor kelautan.

Munculnya poros maritim dunia diatas karpet merah kebijakan pemerintah pusat ternyata memantik kesadaran menjadikan laut sebagai titik berangkat pembangunan perekonomian nasional tak lain pembangunan di laut natuna. Berbagai usaha dilakukan, dengan melibatkan seluruh kemetrian terkait sebagai mitra kerja tentu tak lain hanya untuk meletakkan kembali sektor kelutan pada garis terdepan pembangunan nasional. Bahkan bisa dibilang Kementerian Kelautan dan Perikanan yang di nakhodai oleh Edi Prabowo punya PR besar untuk menjadikan laut sebagai sektor idola di mata dunia dengan berpikir keras untuk meletakkan sektor kelautan sebagai arus utama kebijakan PROLEKNAS. Konkritnya, pembangunan industri perikanan terpadu di laut natuna memberi kesan bahwa pemerintah tengah menunjukan apa yang diistilahkan Arif Satria (2015) sebagai kesadaran politik, dimana kesadaran dimulai dari kuatnya pengetahuan atas peran pentingnya kelautan, berujung pada tindakan politik berupa kebijakan yang melahirkan perubahan struktural kelautan. Pada gilirannya, semua itu ditransformasikan menjadi sikap pengambilan keputusan strategis dalam rangka perwujudannya.

Puncak dari tulisan ini adalah upaya untuk membangun diskursus soal kelautandan perikanan yang tak lain adalah menjadi tanggungjawab pemangku kepentingan (Steckholder) dalam mendorong kebijakan-kebijakan strategis sektor kelautan.Tapi kita juga tak harus menutup mata, bahwa persoalan natuna kini menjadi perhatian serius dari aspek geopolitik dunia sebab maraknya gran investasi justru memberikan memo kepada bangsa Indonesia bahwa laut natuna juga akan menjadi pintu masuk kapitalisme global dengan upaya eksploitasi besar-besaran akan dilakukan. (penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT