Home / Opini

Cegah Korupsi Hak Rakyat Kembali

Oleh: Iin Afriyanti (Jurnalis Malut)
22 Agustus 2019
Iin Afriyanti

KORUPSI merupakan tindakan pelanggaran hukum dengan merampas hak rakyat oleh individu atau sekelompok orang, merupakan sebuah kejahatan yang terjadi teri=us menerus di negeri dengan melibatkan sejumlah pejabat negara, mulai dari kepala desa/lurah, camat sampai menteri. Baik birokrat, politisi maupun swasta. Bahkan aparat penegak hukum pun ikut terlibat didalamnya.

Akibat dari praktek korupsi ini kerugian negara terjadi hingga hak rakyat pun lenyap,mengganggu kestabilan ekonomi dan sosial,secara nasional, bahkan pengaruhnya sangat besar hingga bisa tertular ke masyarakat dan menjadi budaya, contohnya masyarakat yang tidak berniat melakukan korupsi kini harus terlibat dalam praktek melanggar hukum ini dengan melakukan suap.

Praktek suap yang sering dillakukan masyarakat disaat melakukan pengurusan disebuah kantor pemerintah maupun lembaga swasta, sering dimintai mahar sebagai pelancar pengurusan. Harusnya pelayanan publik dipermudah dan tanpa proses “main mata” karena ini merupakan tindakan korupsi.

Korupsi yang kian marak membutuhkan pencegahan dan pemberantasan hingga ke akar-akarnya dengan melakukan perubahan pada peraturan perundang-undangan  guna mencegah maupun menangani korupsi, sekaligus perlu adanya desakan dari pemerintah pusat ke seluruh penegak hukum se Indonesia, sehingga terciptanya penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN sebagaimana diatur dalam UU nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.

Selain itu, perlu adanya sosialisasi mulai dari pemerintah tingkat bawah sampai tingkat atas dan masyarakat. Yang paling penting dilakukan juga pada aparat penegak hukum  karena sering kali mereka lalai dalam menegakan peraturan yang ada.

Berbicara tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi maka badan pemeriksaan keuangan(BPK) perwakilan disetiap daerah dan inspektorat daerah bertugas mengawal dan mengawasi kerugian-kerugian negara yang wajib dikembalikan dan penggunaan uang negara, serta penegak hukum yang bertugas mengawal kasus korupsi harus tanpa pandang bulu.

Peran BPK yang wajib memeriksa setiap penggunaan ABBD maupun APBN disetiap daerah harusnya lebih teliti dengan progres penggunaan uang negara maupun progres di lapangan, jika terdapat temuan dari hasil pemeriksaan BPK maka alangkah baiknya dipublikasikan hasil pemeriksaan dengan disanding batas waktu wajib pengembalian dengan demikian ruang untuk melangsungkan tindakan korupsi makin sempit.

Sering ditemui disejumlah daerah khususnya di Maluku Utara terdapat kasus korupsi yang lambat ditangani aparat penegak hukum, serta hasil temuan BPK yang tidak diketauhui kejelasan pengembaliannya karena tidak dibuka ke publik, hal ini berimbas pada tindakan korupsi yang akan terus berlanjut, sebab tidak ada rasa takut oleh para calon-calon koruptor untuk bereaksi, karena mereka tahu ada jalan untuk berkompromi dengan aparat penegak hukum di Negara ini.

Selain menjunjung tinggi peraturan dan keadilan oleh penegak hukum, pemerintah pusat harus merubah cara dalam menangkal upaya korupsi. Salah satunya dengan meningkatkan sanksi praktek korupsi yang lebih kuat dari aturan saat ini, dalam rangka membuat pelaku korupsi baik di tingkat elit maupun seluruh lapisan masyarakat, takut dengan bahaya akan efek tindakan korupsi itu sendiri.

Sejauh ini, peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbilang cukup lumayan, dalam memberantas korupsi dengan berbagai upaya, namun KPK tidak bisa sampai ke seluruh daerah. Untuk itu, bagi penulis, diperlukan sanksi tegas yang diberikan pada aparat penegak hukum jika berkompromi dengan koruptor. Langkah ini juga menjadi bagian dari solusi pencegahan KKN.

Saat ini, korupsi bukan saja terjadi di pejabat tinggi, melainkan lebih marak di pejabat tingkat bawah, yakni Kepala Desa yang sering menyalahgunakan Anggaran dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) yang diberikan oleh Pemerintah pusat sangat fantastis. Namun monitoring penggunaan anggaran tersebut belum maksimal sehingga praktek korupsi di aparat pemerintah desa kian marak di Negeri.

Pengawasan yang lemah, membuat celah korupsi semakin tinggi. Untuk itu, inspektorat disetiap daerah alangkah baiknya bukan dari birokrat melainkan dari lembaga lain. Karena jangan sampai masih terjadi kompromi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pemberatasan korupsi dibutuhkan orang-orang yang komitmen melindungi hak rakyat.

Korupsi yang kian subur di negeri ini, disebabkan karena tidak ada keterbukaan informasi public, sehingga masyarakat, LSM maupun pers sulit untuk melakukan control. Diperparah lagi, ruang gerak pers semakin kecil dalam melakukan control terhadap kebijakan pemerintah. Padahal, jika ruang yang diberikan pada pers yang cukup besar dapat meminimalisir upaya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh seseorang mapun sekelompok orang. Keterbukaan informasi publik merupakan kunci penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.

Begitu juga lembaga penegak hukum yang dibentuk untuk menangani kasus korupsi, harusnya lebih memprioritaskan Hak rakyat agar setiap kerugian negara dikembalikan ke negara dan hak rakyat ikut kembali,penegak hukum harus menjunjung tinggi keadilan tanpa pandang bulu dan wajib tolak negosiasi, jangan sampai hukum dinegara ini benar-benar mendarahdaging “tumpul keatas tajam kebawah”. 

Pencegahan telah dilakukan oleh instansi terkait namun selalu ada jalan dan peluang terjadinya tindak pidana korupsi dan kompromi terhadap kasus korupsi. Disamping itu, untuk mencegah korupsi sejak dini, pemerintah harusnya membuat kurikulum/mata pelajaran khusus tentang bahaya tindakan korupsi, sehingga pembentukan karakter anti korupsi pada generasi mendatang sudah melekat sejak dini, karena sosialisasi yang dilakuakn saat ini hanya bagian dari pemberitahuan kepada anak muda tapi tidak ada pembentukan karakter khusus sejak dini dengan demikian hasilnya juga hanya sebatas diketahui bukan dianti atau ditolak.

Bagi penulis, pengetahuan tentang korupsi sejak dini merupakan hal yang sangat penting untuk generasi penerus bangsa ini, karena dengan terbentuknya karakter anti korupsi sejak dini maka mereka tidak mudah tertular dengan penyakit yang sudah membudaya.

                                                                              (red)


Reporter: Fauzan Azzam

BERITA TERKAIT