Home / Opini

Ternate Darurat Lahan Parkir (?)

Oleh : Anfas (Direktur Universitas Terbuka Ternate)
29 Januari 2019

MUNGKIN di antara kita masih ada yang mengingat acara kuis Who Wants to be A Millionaire Winner Indonesia yang disiarkan di salah satu TV Swasta di awal tahun 2000-an. Dalam satu eposide ada pertanyaan “Kota manakah yang dikenal dengan julukan kota sejuta motor?”. Dan jawabannya adalah Ternate. 

Seiring perkembangan waktu, Ternate sebagai kota termaju di Maluku Utara terus berkembang. Bahkan saat ini, kalau boleh dikatakan, mungkin julukannya tidak lagi hanya menjadi kota sejuta motor, namun sudah menjadi kota pulau dengan kendaraan terpadat. Pertumbuhan kendaraan tidak lagi didominasi oleh sepeda motor, namun berbagai jenis mobil pun sudah memadati jalan-jalan utama di Kota Ternate.

Dari data BPS Kota Ternate dapat kita lihat persentase pertumbuhannya yang sangat mencengangkan. Pada tahun 2014 jumlah jenis kendaraan bermotor masih didominasi oleh Sepeda Motor. Dimana untuk Jenis kendaraan  Sepeda Motor sebanyak 5.402 unit (5.355 diantaranya milik pribadi), sedangkan Mobil hanya sebanyak 246 unit (217 diantaranya milik pribadi) dan Truk sebanyak 159 unit (79 milik pribadi). 

Pada tahun 2017 jumlah kendaraan mobil tumbuh menjadi 4.743 unit, dimana 3.763 unit adalah mobil pribadi (individu) sedangkan sisanya 980 unit merupakan mobil pemerintah (kendaraan dinas) dan angkutan umum. Kemudian terdapat kendaraan bus/micro bus sebanyak 15 unit dan truk sebanyak 1.726 unit. Sedangkan jenis Kendaraan khusus/Alat Berat dan Besar sebanyak 59 unit. Sementara kendaraan sepeda motor menjadi 32.715 unit. 

Luar biasa pertumbuhannya! Dalam waktu 3 tahun, jenis kendaraan Mobil meningkat sebesar 1.828 persen. Truk sebesar 985,53 persen dan jenis kendaraan Sepeda Motor tumbuh sebesar 505,61 persen. Atau jika dirata-ratakan dari tahun 2014 hingga 2017, maka pertumbuhan jenis kendaraan mobil sebesar 609,33 persen per tahun, truk meningkat sebesar 328,51 persen per tahun dan Sepeda Motor sebesar 168,54 persen per tahun. 

Jika jumlah kendaraan tersebut di atas (kita ambil khusus mobil & sepeda motor milik pribadi/individu) untuk kita bandingkan dengan jumlah rumah tangga di Kota Ternate, dimana sesuai data BPS provinsi Maluku Utara tahun 2017 yakni sebanyak 47.383, maka rasio rumah tangga memiliki kendaraan mobil yakni 13 rumah : 1 Mobil. Artinya bahwa dari 13 rumah terdapat 1 rumah diantaranya memiliki kendaraan mobil. Sedangkan untuk Sepeda motor, rasionya adalah 2 rumah : 1 Sepeda Motor atau dengan kata lain dari 2 rumah yang ada di Ternate pasti 1 rumah diantaranya memiliki sepeda motor. 

Sementara di sisi lain penambahan jalan di Kota Ternate, pertumbuhannya tidak selaju pertumbuhan volume kendaraan. Jika kita lihat, rata-rata jalan di Pulau Ternate adalah jalan sempit dan pelebaran jalannya pun sudah tidak memungkinkan karena padatnya pemukiman. Sedangkan untuk penambahan ruas jalan, sesuai data BPS Kota Ternate tahun 2015 menunjukkan bahwa panjang jalan kota Ternate keseluruhan (sudah termasuk jalan di wilayah kecamatan yang berada di luar pulau Ternate) yakni 302,48 Kilometer. Di tahun 2017 panjang jalan menjadi 319,77 kilometer atau bertambah hanya 17,29 kilometer (5,71persen).

Panjang jalan tersebut sudah termasuk jalan beraspal maupun jalan yang belum beraspal dan lainnya. Sebagian besar perpanjangan jalan difokuskan pada wilayah kecamatan yang ada di daratan pulau Ternate sebagai daerah yang tentunya memiliki kepadatan kendaraan tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang letaknya di luar pulau Ternate. Dimana khusus wilayah kecamatan yang ada di pulau Ternate panjang jalan tahun 2015 yakni 117,46 kilometer dan tahun 2017 yakni 263,70 kilometer, mengalami penambahan sepanjang 146,24 kilometer (124,50 persen).

Selain masalah ruas jalan, perhatian terhadap lahan parkir pun belumlah maksimal. Hal ini bisa kita lihat pada wilayah-wilayah perluasan (reklamasi). Konsentrasi pembangunan pada kawasan tersebut lebih mengutamakan pembangunan pusat bisnis (bagunan/gedung), dibandingkan membuat/penambahan area/lahan parkir disekitar wilayah publik (contohnya di taman nukila dan landmark). Akhirnya para pengunjung tidak punya pilihan, selain “terpaksa” memarkir kendaraannya di pinggir badan jalan.

Bahkan yang lebih parah adalah pada wilayah pemukiman/perumahan. Dimana karena minimnya lahan parkir umum, maka untuk pemilik kendaraan yang tidak memiliki garasi, otomatis memarkir kendaraannya yang hampir memakan setengah badan jalan. Sehingga nampaklah jalan yang sudah sempit, menjadi semakin sempit lagi dan sulit dilalui oleh kendaraan lainnya. Apalagi bagi pejalan kaki, terutama anak-anak, tentunya menjadi tidak aman.

Lantas bagaimana 5 sampai 10 tahun ke depan? Jika tidak segera dibenahi, maka tentunya badan jalan di kota Ternate akan semakin padat dengan parkiran kendaraan. 

Bagaimana cara antisipasinya? Tentunya melalui peraturan daerah (Perda). Saat ini ada tiga perda kota Ternate yang mengatur tentang parkir, yakni Perda Nomor 7 tahun 2011 tentang Pajak Parkir, perda nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum, dan Perda nomor 20 tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir.

Ketiga perda ini sudah saatnya direvisi. Contohnya pada perda Nomor 13 tahun 2011, dimana pada pasal 7 dalam perda tersebut terdapat pengaturan retribusi parkir tepi jalan. Padahal retribusinya pun tidaklah seberapa dalam memberikan kontribusi terhadap PAD Kota Ternate. Sekiranya Pemda serius untuk mengantisipasi kemacetan, maka Perda nomor 13 tersebut diubah menjadi perda larangan parkir di tepi jalan.

Jika melanggar akan diderek dan didenda. Namun dengan catatan, sebelum diberlakukan perda tersebut, pemda sudah harus menyediakan lahan-lahan parkir umum di semua pusat-pusat bisnis, pusat keramaian, hiburan/piknik bahkan termasuk di kawasan perumahan. Khusus untuk lahan parkir di kawasan perumahan, dapat melibatkan masyarakat setempat dalam membuka usaha parkir. Dengan demikian selain menambah lapangan kerja, saya yakin bisa meningkatkan PAD di sektor retribusi parkir. Karena sistemnya lebih terkontrol. 

Agar dapat menarik minat masyarakat dalam membuka lahan parkir, maka pajak parkir khusus di wilayah perumahan/pemukiman penduduk tidaklah memberatkan. Sebab jika mengacu pada Perda nomor 7 tahun 2011  pajak parkir masih sangat tinggi yakni 30%. Tentu ini akan dirasakan berat jika masyarakat sudah mulai tertarik untuk membuka usaha lahan parkir di wilayah pemukiman. 

Kebijakan di atas, bisa saja dianggap tidak populis dan akan menuai kontroversi dan protes dari masyarakat. Namun jika Pemda Kota Ternate konsisten dan mampu meyakinkan seluruh elemen masyarakat, maka saya yakin lambat laun setelah masyarakat melihat dampak positifnya, akan dapat menerimanya. Semoga (*)(red)


Reporter: Fauzan Azzam

BERITA TERKAIT