Home / Nusantara

Comunitas Slavery Menduga Anjloknya Harga Kopra Karena Perusahaan Kelapa Sawit

28 November 2018
Aksi Comunitas Slavery di Kota Ternate

TERNATE, OT- Comunitas Slavery menduga dampak jatuhnya harga kopra di Provinsi Maluku Utara (Malut) ada kaitannya dengan PT. Korindo yang sementara ini masif bergerak bidang kelapa sawit yang ada di Kecamatan Gane Dalam, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel). 

Aksi teatrikal dan orasi jalanan yang mereka lakukan ini menunjukkan rasa kepeduliannya terhadap harga kopra yang anjlok.

Dari hasil kajian Comunitas Slavery, rata-rata masyarakat Malut bergantung hidupnya dengan kelapa dalam. “Kalau harga kopra terus-terus seperti ini, sudah tentu akan berimbas banyak hal, termasuk biaya pendidikan yang tak bisa dibayar,” kata Koordinator Lapangan (Korlap) Comunitas Slavery, Fajar Ramadan saat diwawancarai, Rabu (28/11/2018). 

Fajar menganggap, massifnya kelapa sawit di Maluku Utara ini sangat berkaitan dengan anjloknya harga kopra. Sebab, teman-teman menduga ini ada faktor kesengajaan menjatuhkan harga kopra agar kelapa sawit bisa ditanam di seluruh Maluku Utara.

“Saat ini sawit sudah tersebar bagian Halmahera Selatan yang bertempat di Gane Dalam. Dan kelapa sawit itu dimotori oleh PT. Korindo,” ujarnya. 

Fajar mengatakan, para pengusaha kelapa sawit ini bekerja sama dengan WHO atau organisasi kesehatan dunia untuk mengkampanyekan bahwa mengkonsumsi kelapa dalam itu akan menyebabkan kolesterol yang tinggi.

Padahal kata dia, itu hanya permainan agar orang tidak lagi mengkonsumsi kelapa dalam supaya menggantikan dengan kelapa sawit. "Ini kampanye yang menurut kami sangat tidak masuk akal. Orang tua kita di Maluku Utara ini sudah sejak dahulu mengkonsumsi minyak kelapa dalam sebagai kebutuhan sehari-hari,” tegasnya. 

Aksi jalan kaki yang mulai pada pukul 11 sampai 04 sore ini terfokuskan dibeberapa titik, yakni taman Nukila, depan Jati Land Mall, pasar Higenis dan di pasar Gamalama. “Masalah harga kopra ini tidak bisa dibiarkan terus-terus begini. Sama halnya membunuh para pertani kopra di Maluku Utara. Apalagi saudara-saudara kita yang dari Nasrani dalam waktu dekat akan merayakan natal dan tahun baru, sudah tentu akan membutuhkan banyak uang,” ungkap Fajar. 

Slavery berharap, pemerintah tidak mengijinkan kelapa sawit masuk di Maluku Utara. Karena, kelapa sawit ini tidak menguntungkan masyarakat lokal.

Sejarah orang Maluku Utara hanya hidup dengan kelapa dalam, bukan kelapa sawit. Untuk harga kopra, biarlah petani yang menentukan harganya sendiri. Jangan lagi ada intervensi dari pengusaha untuk bermain harga. “Semoga pemerintah kita ada niat baik untuk menyelesaikan masalah kopra dengan serius. Jangan hanya janji-janji saja, karena petani kopra saat ini tidak butuh janji, tetapi mereka butuh bukti,” harapnya.(red)


Reporter: Fauzan Azzam

BERITA TERKAIT