Home / Berita / Nasional

Peran Srikandi Sungai Sebagai Agen Perubahan Iklim 

09 November 2018

KLATEN, OT - Selain menjadi kelompok yang paling rentan terkena kekerasan dan eksploitasi, perempuan juga rentan terkena dampak perubahan iklim. Seperti yang kita ketahui, perubahan iklim menjadi salah satu pemicu terjadinya bencana alam termasuk juga di Indonesia yang berada di daerah rawan bencana.

Dan faktanya saat terjadi bencana alam, jumlah perempuan yang bertahan lebih sedikit dibanding laki-laki. Belum lagi penanganan pasca bencana yang tidak responsif gender pastinya akan berdampak terhadap perempuan. Kaum perempuan merupakan bagian dari agen perubahan yang secara efektif dapat melakukan upaya mitigasi perubahan iklim.

Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui Deputi bidang Kesetaraan Gender bekerjasama dengan Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana (KLMB) Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada (UGM) yang merupakan sekretariat Srikandi Sungai Indonesia (SSI) Pusat, kembali mengukuhkan Srikandi Sungai Indonesia tepatnya di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Sebagaimana dikutip dari siaran pers Publikasi dan Media Kementerian PPA, pengukuhan SSI Kabupaten Klaten 2018 diselenggarakan bersamaan dengan Peresmian Taman Sungai Ramah Perempuan dan Anak Klaten. SSI merupakan sebuah forum perempuan penggiat pengelolaan lingkungan yang dilakukan secara partisipatif, inovatif, dan berkelanjutan. Pengelolaan lingkungan disinyalir dapat menjadi salah satu upaya antisipasi dampak perubahan iklim. 

"Kondisi lingkungan yang buruk akan menyulitkan masyarakat bebas dari kemiskinan dan keterbatasan akses di berbagai bidang. Dalam kondisi tersebut, perempuan akan menjadi kelompok yang paling dominan menanggung dampaknya, salah satunya dalam keterbatasan akses perempuan pada air bersih dan sanitasi. Apalagi perempuan saat ini masih memiliki keterbatasan terutama dalam proses pengambilan keputusan di lingkungan rumah tangga serta keterlibatan mereka dalam proses penentuan kebijakan air dan sanitasi, baik di lingkungan masyarakat maupun tingkat nasional. SSI memiliki posisi strategis guna memfasilitasi perempuan dalam isu-isu strategis terkait adaptasi perubahan iklim melalui pengelolaan lingkungan," ujar Menteri Yohana dalam sambutannya saat Pengukuhan SSI Kabupaten Klaten dan Peresmian Taman Sungai Ramah Perempuan dan Anak, di Sungai Desa Pandes, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Hal senada disampaikan oleh Bupati Klaten, Sri Mulyani yang mengatakan bahwa untuk mewujudkan lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman kita memerlukan gerakan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.

“Dalam upaya antisipasi terhadap dampak perubahan iklim, dibutuhkan peran dari para penggiat lingkungan. Srikandi Sungai Indonesia menjadi hal yang sangat membanggakan, sebuah pembuktian kaum perempuan bawa mereka dapat memberikan kontribusinya dalam pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan terutama daerah aliran sungai. Sebab, selain sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim, pemeliharaan daerah aliran sungai juga dapat mendukung pembangunan perekonomian, pembentukan sumber daya manusia berkualitas, dan percepatan kesetaraan gender bidang lingkungan,” tambah Sri Mulyani

Di sisi lain, Wisnu Widjaja, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB mengungkapkan isu perubahan iklim sudah menjadi tantangan global serta ancaman bagi pembangunan nasional, yang juga berdampak pada kaum perempuan. Sebagai contoh saat ini Indonesia sudah mulai memasuki musim hujan, jika lingkungan sekitar sungai tidak dikelola dengan baik maka bisa saja akan terjadi banjir yang juga akan merugikan masyarakat. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan memiliki hubungan yang kuat dan secara keseluruhan mempengaruhi terwujudnya pembangunan manusia, sosial, dan ekonomi yang berkelanjutan.

SSI diharapkan dapat mendorong partisipasi aktif perempuan dalam restorasi daerah aliran sungai serta pemberdayaan masyarakat sekitar sungai guna antisipasi terhadap dampak perubahan iklim di Indonesia.

Beberapa faktor seperti, kondisi sanitasi, perilaku kebersihan yang buruk, dan air minum yang tidak aman berkontribusi terhadap kematian anak di seluruh dunia. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kemen PPPA, sebesar 88 persen kematian anak di dunia akibat diare.

Sedangkan di Indonesia, tercatat 34 persen angka diare lebih tinggi pada anak-anak dari rumah yang menggunakan sumur terbuka untuk air minum di banding rumah yang menggunakan air ledeng. Angka diare juga lebih tinggi 66 persen pada anak-anak yang keluarganya melakukan buang air besar di sungai, di banding mereka yang memiliki fasilitas toilet pribadi dan septic tank. Sedangkan, untuk rumah tangga yang belum memiliki akses air bersih dan di Indonesia angkanya lebih dari 30 persen.

“Perempuan penggiat lingkungan yang tergabung dalam SSI merupakan agen perubahan iklim. Mengingat Indonesia merupakan wilayah yang rawan terkena bencana, keberadaan mereka diharapkan dapat berdampak besar bagi pengelolaan lingkungan. Tentunya dukungan akan terus kami berikan kepada perempuan-perempuan hebat ini, sebagai salah satu upaya guna mempercepat pengarusutamaan gender di sektor lingkungan. Saya berharap para penggiat dan pengurus SSI baik di Klaten maupun seluruh daerah yang telah terbentuk, dapat bergandengan tangan dan saling bahu membahu untuk menyelamatkan serta mengelola lingkungan,” tutup Menteri Yohana (thy)


Reporter: Fadli

BERITA TERKAIT